REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesepakatan yang dicapai oleh Hamas dan Israel menjadi langkah awal untuk menuju perdamaian lebih permanen. Kedua belah pihak diharapkan dapat memegang kesepakatan sebaik-baiknya.
"Tadi malam memang ada sedikit dinamika. Hamas dianggap tidak sesuai dengan kesepakatan terakhir, meski akhirnya perjanjian disepakati," ujar Menteri Luar Negeri RI Sugiono saat berbincang dengan wartawan di ruang kerjanya, Jumat (17/1/2025).
Menlu mengakui pihak ekstrem kanan Israel memang tidak setuju atas perjanjian tersebut. Menteri Keamanan Israel Ben Gvir bahkan mengancam akan mundur dari pemerintahan Netanyahu.
"Tapi intinya saya kemarin menyampaikan kita berharap dua belah pihak memegang kesepakatan itu sebaik-baiknya sehingga kesepakatan perdamaian ini dapat terwujud demi kemanusiaan setelah lebih dari 460 hari," ujarnya.
Menlu mengakui bahwa dukungan terhadap Palestina semakin menguat. Negara yang sebelumnya tidak mendukung sekarang memberikan dukungannya. Tekanan internasional terhadap Israel agar mengakhiri pertempuran kian kencang.
"Ini menjadi langkah awal perdamaian yang permanen. Inti dari penyelesaian masalah ini adalah satu kemerdekaan Palestina, ini intinya," kata Menlu menegaskan.
Hanya saja, Menlu Sugiono tak menampik bahwa menuju kemerdakaan Palestina adala sebuah perjalanan panjang sehingga bukan perkara mudah. "Dan smoga dalam waktu dua hari ini tidak ada dinamika di detik-detik terakhir, dan kesepakatan itu bisa efektif," ujarnya.
Ada sejumlah langkah yang bisa dilakukan Indonesia setelah kesepakatan ini berlaku. Indonesia, kata Menlu, siap bantu pemulihan di Gaza, dari mulai pengiriman bantuan kemanusiaan, rekonstruksi, hingga pengiriman pasukan perdamaian.
View this post on Instagram