REPUBLIKA.CO.ID, JALURT GAZA -- Kesepakatan gencatan senjata memastikan pembebasan tawanan Israel yang ditahan di Gaza. Hanya saja kesepakatan ini memastikan bahwa Israel gagal mencapai tujuan utamanya untuk melenyapkan kekuasaan Hamas di Gaza – sebuah poin yang berulang kali ditekankan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Profesor Yossi Mekelberg, konsultan senior program MENA di lembaga pemikir Chatham House, mengatakan kepada Al Arabiya English Netanyahu terjebak dalam banyak hal setelah para pemimpin utama dalam pemerintahan koalisinya yang rapuh tetap menentang gencatan senjata.
"Mereka beralasan ancaman Hamas meskipun ada tekanan dari pemerintahan Trump yang akan datang," ujarnya, Senin (21/1/2025).
Sementara itu, fokus media dan publik Israel kini telah beralih pada penanganan Netanyahu terhadap perang di Gaza. Di satu sisi, Netanyahu tidak ingin kehilangan koalisinya, dan dia tidak ingin kehilangan kekuasaan serta menghadapi persidangan korupsinya, tetapi pada saat sama dia tidak ingin membuat [Donald] Trump kesal.
"Karena tidak seperti Biden, dia tahu dia tidak dapat memanipulasinya, jadi dia terjebak dalam banyak hal,” kata Mekelberg.
Dia menambahkan, partai sayap kanan yang dipimpin oleh Bezalel Smotrich sangat tidak senang dengan perjanjian tersebut. Jika mereka pergi, maka Netanyahu tidak memiliki mayoritas dalam pemerintahan.
"Netanyahu tidak dapat mengikuti pemilihan ulang karena kebanyakan orang mengatakan mereka ingin Netanyahu keluar.”
Menteri Keamanan Nasional Israel sayap kanan Itamar Ben-Gvir dan dua menteri lainnya dari partai nasionalis-religiusnya telah mengundurkan diri dari kabinet Netanyahu atas kesepakatan gencatan senjata Gaza. Mereka menarik diri dari koalisi yang berkuasa.
Menteri Keuangan Israel sayap kanan Bezalel Smotrich juga mengancam pada Ahad untuk keluar dari pemerintahan koalisi jika Israel menghentikan perang melawan Hamas di Gaza. Smotrich mengepalai partai Zionisme Religius nasionalis yang merupakan bagian dari pemerintahan Netanyahu.
Menurut Mekelberg, gagasan Israel untuk melenyapkan Hamas atau meraih kemenangan total lebih merupakan bualan daripada sesuatu yang dapat dicapai.
Gencatan senjata juga telah mengalihkan fokus media Israel kepada Netanyahu, yang mengatakan bahwa Israel tidak akan berhenti sampai Hamas benar-benar dilenyapkan dari Jalur Gaza – sebuah poin yang berulang kali ditekankan oleh Netanyahu untuk terus melanjutkan perang.
"Mereka di media sayap kanan mengkritiknya (Netanyahu); mereka tidak begitu senang," kata Mekelberg.
"Media yang lebih pragmatis, yang merupakan mayoritas media di Israel melihat [gencatan senjata] ini sebagai harga yang pantas dibayar untuk melihat para sandera kembali."
Mayoritas orang Israel, katanya, lebih suka gencatan senjata dan para sandera kembali daripada melanjutkan perang, bahkan dengan mengorbankan Hamas.
Ketika ditanya tentang kemungkinan Netanyahu memulai kembali perang di Gaza dengan menyebutkan tujuannya untuk melenyapkan Hamas, Mekelberg berkata, "Itu adalah skenario yang mungkin, itu bukan yang pasti, tetapi itu adalah skenario."
View this post on Instagram