Jumat 24 Jan 2025 13:00 WIB
Liputan Khusus Warung Madura

Analisis Manajemen Bisnis Warung Madura, Bikin Ritel Modern Ketar-Ketir

Warung Madura juga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk seragam karyawan.

Rep: Eva Rianti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Penjaga menata minuman dingin di warung madura Anugerah di Jakarta, Jumat (10/1/2025). Warung Madura yang secara lokasi, harga, dan jam operasional (24 jam) lebih unggul dari toko modern tersebut menjadi pilihan berbelanja kebutuhan dasar warga seperti minuman botol, sembako, snack, dan produk mandi.
Foto: Republika/Prayogi
Penjaga menata minuman dingin di warung madura Anugerah di Jakarta, Jumat (10/1/2025). Warung Madura yang secara lokasi, harga, dan jam operasional (24 jam) lebih unggul dari toko modern tersebut menjadi pilihan berbelanja kebutuhan dasar warga seperti minuman botol, sembako, snack, dan produk mandi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perkembangan pesat Warung Madura, toko kelontong yang dioperasikan oleh pedagang asal Madura, ternyata disebabkan oleh sejumlah faktor pendukung. Ada faktor menurunnya jumlah kalangan kelas menengah dalam setidaknya lima tahun belakangan yang menjadi pintu masuk bagi warung-warung kecil untuk menjadi pilihan alternatif dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Salah satunya dibuktikan dengan merebaknya Warung Madura. Tulisan ini adalah bagian dari Liputan Khusus dari Republika mengenai Warung Madura.

Pakar Manajemen yang juga Managing Partner Inventure Yuswohady membeberkan hasil riset Inventure 2024 bertajuk Market Outlook 2025. Laporan itu menunjukkan korelasi antara turunnya daya beli masyarakat dengan perkembangan bisnis Warung Madura.

Baca Juga

Jumlah kelas menengah diketahui terus mengalami penurunan sejak 2019 yang sebanyak 57,33 juta orang atau 21,45 persen menjadi 48,27 juta atau 17,44 persen pada 2023 (data Badan Pusat Statistik). Analisis LPEM UI menunjukkan dalam lima tahun terakhir, porsi konsumsi kelas menengah turun dari 41,9 persen pada 2018 menjadi 36,8 persen pada 2023, sebaliknya porsi konsumsi calon kelas menengah meningkat dari 42,4 persen pada 2018 menjadi 45,5 persen pada 2023. Di samping itu, data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga menunjukkan bahwa proporsi pertumbuhan tabungan di bawah Rp 100 juta mengalami kelesuan.

Penurunan jumlah kelas menengah dan proporsi konsumsinya, dinilai mencerminkan potensi penurunan daya beli kelas menengah. Hal itu juga bisa dilihat dari mulainya terjadi fenomena makan tabungan (mantab).

Survei Inventure menunjukkan, 49 persen kelas menengah mengalami penurunan daya beli, yang disebabkan oleh setidaknya tiga faktor utama, yakni harga kebutuhan pokok, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan, serta pendapatan yang stagnan. Survei tersebut melibatkan 450 responden yang berasal dari lima kota besar meliputi Jabodetabek, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar. Responden berasal dari kelas menengah milenial dan gen Z dengan metode survei wawancara langsung pada September 2024.

“Dengan turunnya kelas menengah, dari survei itu saya lihat dan simpulkan bahwa memang mereka menjadi lebih selektif dan lebih rasional untuk spending. Salah satunya adalah Warung Madura ini menjadi alternatif,” kata Yuswohady saat ditemui Tim Republika di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Survei tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 71 persen responden dari kalangan kelas menengah pernah berbelanja di Warung Madura. Ada sejumlah keunggulan dari Warung Madura sehingga menjadi pilihan bagi kalangan kelas menengah.

Menurut survei, faktor paling dominan dari keunggulan Warung Madura adalah lokasinya yang lebih dekat dan mudah dijangkau (74 persen), disusul faktor harga yang lebih murah (61 persen). Kemudian faktor menawarkan pembelian dalam bentuk kemasan eceran (52 persen), dan faktor jam operasional 24 jam non-setop (42 persen).

Mengenai kedekatan lokasi, Yuswohady menuturkan bahwa memang ekspansi Warung Madura ke lingkungan permukiman terbilang cepat, terutama di Pulau Jawa-Bali. Bahkan ekspansinya bisa dibilang mengungguli retail modern.

“Kita tahu sebelumnya Indomaret dan Alfamart kan ekspansinya luar biasa. Tapi Warung Madura ini lebih luar biasa karena dia masuk ke kampung-kampung. Sehingga kemudian dari sisi konsumen proximity atau kedekatan itu menjadi penting,” ujarnya.

Adapun mengenai harga yang lebih murah di Warung Madura, Yuswohady menuturkan hal itu karena memang biaya komponen produksi atau overhead-nya kecil dan bersifat desentralisasi dalam pengambilan harga. Berbeda dengan ritel modern yang membutuhkan overhead yang besar dengan meliputi TI dan pegawai, serta bersifat sentralisasi dalam pengambilan harga.

“Masing-masing warung diberi keleluasaan, jadi terdesentralisasi untuk mengambil harga yang terendah, enggak tersentral kayak di warung modern. Karena terdesentralisasi, itu yang menyebabkan kemudian harganya bisa lebih murah dan small denomination,” tuturnya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Menghadirkan produk dalam bentuk eceran tak ayal jadi keunggulan pula. Sehingga Warung Madura memiliki fleksibilitas yang menjadi daya tarik. Berbeda dengan produk di ritel moden yang menjajakan produk dalam bentuk kemasan yang standar, di Warung Madura, ada kemasan-kemasan kecil dan menengah yang dijajakan kepada konsumen. Mengenai jam operasionalnya yang 24 jam non-setop, Yuswohady melihat bahwa Warung Madura telah berhasil membentuk segmen pasar yang anyar, yakni orang-orang yang beraktivitas pada malam hari.

“Warung Madura membuat satu segmen baru yang saya sebut midnight market, atau saya istilahkan Begadangers. Nature-nya begitu, jadi kalau tidak ada supply-nya atau enggak ada tokonya yang buka di malam hari, ya market enggak terbentuk,” jelasnya.

Yuswohady melanjutkan, ada beberapa faktor lainnya pula yang menjadi keunggulan Warung Madura, seperti tidak adanya pungutan parkir. Namun, faktor tersebut dinilai tidak terlalu berpengaruh. Dia menekankan faktor yang besar berpengaruh lebih kepada fleksibilitas dan sisi denominasi.

Menurut survei, mengenai jenis produk yang paling banyak diminati oleh konsumen, yang paling dominan adalah minuman botol (79 persen), disusul sembako eceran (64 persen), snack (55 persen), rokok (55 persen), toiletries (55 persen), dan tabung gas 3 kg (49 persen). Lalu bumbu dapur sachet (45 persen), minuman sachet (43 persen), obat-obat satuan (21 persen), dan mi instan (18 persen), serta pulsa elektrik (15 persen).

“Jadi yang paling gede (diminati konsumen) adalah barang-barang yang kecil, seperti minuman botol, makanan yang siap makan (snack) dan rokok. Dan itu menjadi kebiasaan mereka pada waktu terutama di malam hari, dan yang harganya kompetitif dibandingkan dengan warung ritel modern,” kata Yuswohady.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.

(QS. Al-Ma'idah ayat 6)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement