Rabu 22 Jan 2025 04:59 WIB

Cerita Mandor Pagar Laut, Dapat Proyek dari Kepala Desa

Mandor itu mengaku tak tahu menahu terkait urusan sertifikat area pagar laut.

Rep: Muhammad Noor Alfian Choir/ Red: Andri Saubani
Personil TNI AL bersama warga membongkar pagar laut di Perairan Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (18/1/2025). TNI Angkatan Laut bersama dengan nelayan membongkar pagar laut misterius sepanjang 30,16 km di Kabupaten Tangerang, secara manual. Pembongkaran pagar laut dipimpin langsung oleh Komandan Pangkalan Utama AL (Danlantamal) III Jakarta Brigadir Jenderal (Mar) Harry Indarto.
Foto: Republika/Edwin Putranto
Personil TNI AL bersama warga membongkar pagar laut di Perairan Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (18/1/2025). TNI Angkatan Laut bersama dengan nelayan membongkar pagar laut misterius sepanjang 30,16 km di Kabupaten Tangerang, secara manual. Pembongkaran pagar laut dipimpin langsung oleh Komandan Pangkalan Utama AL (Danlantamal) III Jakarta Brigadir Jenderal (Mar) Harry Indarto.

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG – Salah seorang mandor yang enggan disebutkan namanya menceritakan pengalamannya saat mengerjakan proyek pagar laut. Ia mengaku didapuk langsung oleh salah seorang kepala desa setempat untuk mengerjakan pagar laut sepanjang 20 hektare dari total 30,16 km yang ada.

“Jadi begini, pada 2024 itu saya diperintahkan kerja oleh pimpinan saya, ya saya juga diperintahkan oleh beliau, Pak Lurah,” katanya.

Baca Juga

Sebagai mandor, ia membawahi 10 orang. Di mana semua pekerja mendapatkan gaji setiap pekannya dengan nominal sekitar 5 juta rupiah dibagi secara rata.

Ia juga mengaku waktu itu tak tahu menahu terkait perusahaan mana di balik pagar laut yang tengah dikerjakannya. Ia hanya mendapatkan perintah apabila ada yang protes atau bertanya terkait pagar laut untuk menyebutkan 'itu punya PT'.

“Iya, kalau saya memang kerjanya diperintahkan oleh Pak Lurah, Pak Lurah bilang, ‘apabila ada orang nanya atau ada demo, dibilangnya orang PT gitu’,” katanya.

Nahasnya, ia mengungkapkan tak mendapat upah dari kerjanya sebagai mandor. Ia pun sempat menagih ke lurah di desanya yang jadi koordinator, namun belum mendapatkan hasil. Akhirnya, ia pun mengundurkan diri dari mandor.

“Setelah selesai pekerjaan saya, saya tidak dibayar tenaga saya selama sebulan 10 hari. Lama-lama saya tanya, katanya sudah tidak ada, ternyata sama orang PT sudah dibayar, lalu saya mengundurkan (diri),” katanya

“Saya mengerjakan nominal dari anak buah saya di kerjaan itu, mau mencapai setengah hektare lah, langsung saya off, saya sudah nggak mau kerja lagi, masalahnya saya juga nanti jadi tumbal juga,” katanya menambahkan.

Mandor yang juga pernah menjabat sebagai RT itu mengaku tak tahu menahu terkait urusan surat sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di kawasan pagar laut ketika ditanya.

“Kalau surat menyurat kan kita nggak tahu. Nanti beritanya jangan sampai hoaks,” katanya.

Disinggung soal PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa yang disebut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid telah memiliki SHM dan SHGB di kawasan pagar laut, ia juga mengaku tak tahu menahu. Ia mengaku takut apabila salah berbicara dan berujung dipersangkakan.

“Kalau PT itu saya tidak tahu, pada intinya saya masih tahunya itu doang. Saya mah yang namanya dia mau jual ke PT, yang mana saya kenal, saya mah intinya saya tidak mau berita hoaks nanti saya juga dilaporkan yang ada, ada kan undang-undangnya?” katanya mengakhiri.

photo
Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pagar Laut - (Infografis Republika)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement