REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pemerintah akan menerapkan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan akan diujicoba. Kebijakan ini menurut Pengamat kebijakan publik dari Universitas Diponegoro (Undip) Bangkit Aditya Wiryawan berpotensi menimbulkan dampak luas, di antaranya PHK pekerja dan penggerusan daya beli masyarakat. Bangkit menyebut wacana tentang pengenaan cukai MBDK telah bergulir sejak 2019. Dia menilai pemerintah seolah-olah melihat cukai sebagai solusi utama dari isu MBDK.
"Cukai itu kan artinya untuk menambah pendapatan negara. Apakah pilihan kebijakan lainnya sudah dijalankan? Misalnya kampanye hidup sehat atau olahraga? Atau memang dari awal buat cukai?" kata Bangkit ketika memberikan konferensi pers di sela-sela kegiatan Uji Kompetensi Wartawan yang digelar Lembaga Pendidikan Antara di Hotel Kotta, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (22/1/2025).
Menurut Bangkit, saat ini dampak perekonomian global terhadap Indonesia tidak terlalu baik. Jika kebijakan pengenaan cukai MBDK diterapkan secara penuh, dia menilai hal itu bakal memberikan beban tambahan pada masyarakat.
"Asumsinya jika diterapkan secara full, dampaknya akan cukup besar karena ini menambah harga jual, yang kemudian menekan daya beli masyarakat. Artinya volume penjualan berpotensi berkurang. Ketika volume penjualan ekonomi berkurang di tengah ekonomi yang sedang melambat, maka ada potensi terjadinya PHK," ucap Bangkit.
"Oleh karena itu, lebih bijak kalau kebijakan (pengenaan cukai pada MBDK) ini semacam diujicobakan dulu, dampaknya seperti apa. Karena ini bukan isu yang sangat mendesak dalam waktu kurang dari satu tahun harus selesai," tambah Bangkit.
Dia pun mendorong pemerintah untuk membuka ruang dialog dan diskusi yang terpengaruh kebijakan pengenaan cukai pada MBDK, terutama dari sektor industri terkait dan masyarakat. Bangkit berpendapat hal itu akan menghasilkan feedback yang mungkin mempertajam kalkulasi pemerintah tentang dampak kebijakan tersebut.
"Dalam waktu dekat, saya tetap tidak melihat kebijakan (pengenaan cukai MBDK) ini bisa diterapkab secara full. (Penerapan) secara terbatas, secara geadual, itu yang lebih baik, sambil melihat apakah memang ada penurunan konsumsi gula, diabetes, dan penyakit lainnya. Kalau ada, bisa kita duga kebijakan ini cukup tepat," ucap Bangkit.
Pemerintah menargetkan perolehan cukai MBDK hingga Rp3,8 triliun tahun ini. Pekan lalu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menyampaikan akan memberlakukan penerapan cukai MBDK mulai Semester II-2025.
Sebelumnya Presiden Prabowo Subianto telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 201/2024 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025. Dalam Lampiran I Perpres Rincian APBN 2025, ditetapkan total penerimaan perpajakan sebesar Rp2.490,91 triliun pada tahun depan. Dari 35 sumber perpajakan, salah satunya yaitu cukai MBDK sebesar Rp3,8 triliun.