REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Perkasa Roeslani mengakui, bukan tugas mudah mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen. Presiden Prabowo menargetkan Indonesia mencapai angka tersebut di era kepemimpinannya.
Menurut Rosan, bagi banyak pihak, kedengarannya sangat tinggi. Namun di masa lalu, Indonesia pernah mencapainya. Lalu ketika ia membahas isu tersebut dengan beberapa negara tetangga, termasuk Singapura, ia mendapat respons positif.
"Dan dari negara-negara sahabat lainnya, mereka juga percaya, bahwa (pertumbuhan ekonomi) 8 persen itu, dapat dicapai," kata mantan Wakil Menteri BUMN ini saat berbicara di Paviliun Indonesia pada World Economic Forum 2025 di Davos, Swiss dipantau secara daring, Kamis (23/1/2025) petang WIB.
Meski demikian, ia tak mau terlarut. Jelas, ada pekerjaan rumah di depan mata. Sesuatu yang harus ditangani secara efektif. Menurut Rosan, hal itu dimulai dari sumber daya manusia. Kualitasnya harus diperkuat. Sehingga bisa bersaing di level dunia.
"Kita perlu menciptakan kumpulan individu berbakat. Pada saat yang sama, kita perlu meningkatkan kebijakan (yang lebih baik), regulasi, mengharmonisasikan banyak Undang-Undang, juga penyelerasan aturan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah," tuturnya.
Ia tak membantah, regulasi masih menjadi permasalahan klasik. Banyak suara menyatakan perizinan di Indonesia berbelit-belit. Jika seperti itu, jelas dapat menghambat investasi.
Itulah sebabnya, pemerintah terus mereformasi kebijakan. Bahkan jika diperlukan, ada penyesuaian UU. Pemerintah, kata Rosan, sangat terbuka pada masukan dari semua unsur.
"Itulah sebabnya dalam sesi ini, kami ingin mendengar umpan balik, masukan, bagaimana kami melangkah maju untuk mendapatkan iklim investasi yang lebih baik, kemudahan berbisnis yang lebih baik, karena menurut saya, itu sangat penting bagi kami," ujarnya.
Ia menerangkan, saat ini, dunia tak terlepas dari persaingan. Indonesia juga bersaing dengan negara lain, dalam kaitan dengan mendatangkan investor. Di tengah dinamika tersebut, ia melihat Indonesia mempunyai keunggulan.
Dimulai dari jumlah penduduk, salah satu yang terbesar di dunia. Paling banyak di Asia Tenggara. Lalu sumber daya alam melimpah. Tak kalah pentingnya, negara mampu menjaga stabilitas perdamaian meski terdiri dari ratusan suku dan bahasa daerah yang berbeda-beda.
Kemudian, Indonesia juga membangun kemitraan kuat dengan para kolega. Itu turut menjadi kunci untuk menjadi negara maju. Kolaborasi sangat vital di era sekarang.
"Saya kira itu yang dapat saya sampaikan. Mudah-mudahan kita akan menjalani diskusi yang sangat bermanfaat dan produktif hari ini. Terima kasih banyak," kata Rosan, menutup pernyataannya.