REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mazhab Hambali berpendapat yang dimaksud istithaah adalah kemampuan dalam perbekalan dan berkendaraan yang sesuai. Dan disyariatkan ada perbekalan, kendaraan, dan nafkah untuk keluarganya selama ibadah haji.
Di antara syarat wajibnya haji ialah situasi jalan aman tanpa ada halangan. Di antaranya seperti kekhawatiran terhadap jiwa, harta, kehormatan, dan lainnya.
Sedangkan bagi wanita tidak wajib berhaji kecuali ia bersama suaminya atau salah seorang mahram. Seperti, saudaranya yang laki-laki, atau anaknya yang laki-laki, paman, ayah, dan siapapun yang termasuk mahram baginya.
Syarat wajib haji lainnya, menurut mazhab Hambali yaitu orang Mukallaf itu dapat melihat. Jika dia buta, maka tidak wajib melaksanakan haji, kecuali bila mendapatkan orang yang dapat menuntunnya. Jika tidak, maka tidak wajib berhaji baik sendirian atau dengan orang lain.
Bila seseorang tidak mampu berhaji karena usianya tua atau karena penyakit yang tidak bisa diharapkan sembuh atau ia tidak dapat berkendaraan kecuali harus menanggung kesulitan yang luar biasa, maka ia wajib mewakilkan kepada orang lain untuk menghajikan.
Untuk diketahui, dalam Kamus Arab-Indonesia Al Munawwir, istithaah berarti kemampuan (kuat/sanggup). Istithaah dalam haji atau umroh artinya kemampuan (kuasa) melaksanakan ibadah haji atau umroh.
Dalam kitab Al Majmu Syarh Al Muhadzadzab, Istithaah dalam haji atau umroh artinya kemampuan (kuasa) melaksanakan ibadah haji atau umroh. Menurut istilah disebutkan ada kemampuan fisik, kemampuan harta, dan keluangan waktu dari seseorang yang hendak mengerjakan haji atau umroh.
Sementara, mazhab Hambali merupakan salah satu dari empat mazhab utama yang dijalani oleh umat Islam. Mazhab yang mengikuti pendapat Imam Ahmad bin Hanbal ini berkembang di Arab Saudi.