REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pendiri Front Persaudaraan Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab mengulas perihal misteri pagar laut sepanjang 30 kilometer yang akhir-akhir ini meresahkan masyarakat. Habib Rizieq mengaku heran pagar laut yang dibangun sejauh itu tidak diketahui oleh para pejabat dari tingkat RT, para menteri hingga presiden.
Habib Rizieq juga heran mengingat seharusnya ada petugas yang mengawasi laut. Saat rakyat marah, ujar Habib Rizieq, maka semua pejabat tersebut mengaku tidak tahu menahu. “Dia enggak sangka kalau rakyat marah. Pinggir laut milik negara bukan milik pribadi. Enggak boleh main pagar-pagar. Sombongnya,”ujar Habib Rizieq dalam ceramahnya yang ditayangkan di Channel Youtube.
Habib Rizieq juga mempertanyakan perihal ada yang mengatakan jika pagar laut tersebut merupakan swadaya nelayan. Padahal, ujar dia, untuk membangun pagar sejauh 30 kilometer dengan bambu sekualitas bambu petung butuh biaya puluhan miliar rupiah. “Terus nelayan keluar duit darimana?”ujar dia.
Habib Rizieq meminta kepada pengusaha yang telah berani membangun pagar laut agar jangan memancing umat Islam marah. “Saya mau ingatkan kepada pengusaha-pengusaha jangan mancing kami marah,”tegas Habib Rizieq.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid mengatakan bahwa penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) pagar laut di kawasan pesisir pantai utara (pantura), Kabupaten Tangerang, Banten, berstatus cacat prosedur dan material. Nusron pun menegaskan, sertifikat tersebut batal demi hukum.
"Dari hasil peninjauan dan pemeriksaan terhadap batas di luar garis pantai, itu tidak boleh menjadi privat properti, maka itu ini tidak bisa disertifikasi, dan kami memandang sertifikat tersebut yang di luar adalah cacat prosedur dan cacat material," jelas Nusron di Tangerang, Rabu.
Menurut dia, berdasarkan hasil verifikasi dan peninjauan terhadap batas daratan/garis pantai yang sebelumnya terdapat dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang itu secara otomatis dicabut dan dibatalkan statusnya. "Berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2021 selama sertifikat tersebut belum lima tahun, maka Kementerian ATR/BPN memiliki hak untuk mencabutnya atau membatalkan tanpa proses perintah pengadilan," ungkapnya.
Dia menerangkan, bahwa dari 266 sertifikat SHGB dan SHM yang berada di dalam bawah laut dan dicocokkan dengan data peta yang ada, telah diketahui berada di luar garis pantai. Oleh karena itu, pihaknya saat ini melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap petugas juru ukur maupun petugas yang menandatangani atau mengesahkan status sertifikat tersebut sebagai langkah penegakan hukum yang berlaku. "Hari ini kita sudah panggil kepada petugas itu oleh aparatur pengawas internal pemerintah terkait pemeriksaan kode etik," kata dia.