REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Viral di media sosial seorang pegawai minimarket yang terlibat cekcok dengan seorang pria terkait penemuan sebuah ponsel. Pegawai itu berhasil melacak ponselnya yang hilang dan menemukannya ada pada pria itu. Pria tersebut pun bersikeras tidak merasa mencurinya karena menemukan ponsel itu di toilet kemudian membawanya.
Bercermin dari kasus ini, bagaimana hukum mengambil barang temuan menurut ajaran Islam? Menurut ahli fikih sekaligus founder Rumah Fiqih Indonesia, KH Ahmad Sarwat, menjelaskan secara hukum barang milik orang lain yang tercecer atau hilang itu masih tetap hak si empunya, bukan milik si penemu.
Karenanya barang temuan itu harus dikembalikan kepada yang punya. Menurut Kiai Ahmad, upaya untuk bisa menemukan si pemilik yang telah kehilangan hartanya adalah sebuah ibadah tersendiri yang tentunya mendatangkan pahala.
“Sebaliknya, mengambil apalagi sampai merasa memiliki barang yang hilang itu adalah tindakan dosa yang termasuk mengambil hak milik orang lain yang cara yang batil,” ujar Kiai Ahmad Sarwat seperti dikutip dari laman Rumah Fiqih, Jumat (24/1/2025).
Kiai Ahmad mengatakan, syariat Islam telah mengatur tentang bagaimana tindakan yang harus diambil dalam masalah ini. Ada dua kemungkinan tindakan yang bisa dilakukan manakala seseorang menemukan barang yang hilang.
Kemungkinan pertama, seorang Muslim boleh mengambil barang yang ditemukannya tercecer di suatu tempat dengan beberapa syarat. Antara lain, bukan untuk memiliki namun untuk menjaganya dari kerusakan, kemusnahan, atau kemungkinan jatuh ke tangan yang tidak bertanggung jawab.
Syarat lainnya adalah dia harus segera diumumkan kepada publik terkait barang temuan tersebut, serta memiliki sifat amanah dan bisa memelihara atau menjaga barang tersebut.
“Sehingga mengambil barang yang hilang dalam hal ini merupakan amal baik, karena tujuannya menjaga harta milik seorang muslim dari kerusakan. Apabila dalam waktu satu tahun pemiliknya tidak segera mengambil atau muncul, maka dia boleh menggunakan barang itu atau memilikinya, namun harus menyiapkan uang pengganti sesuai nilai nominal barang itu,” jelas Kiai Ahmad Sarwat.
Lalu seandainya semua syarat di atas tidak terpenuhi, maka sebaiknya barang itu tidak diambil. “Biarkan saudara Muslim lain yang melakukan pengambilan harta,” kata Kiai Ahmad.
Untuk alasan tertentu, selama pemilik asli barang temuan belum datang mengambil, ada celah untuk boleh memanfaatkannya. Misalnya, bila barang temuan itu termasuk barang yang mudah rusak seperti makanan yang mudah basi, maka boleh untuk dimakan, namun harus disiapkan sejumlah uang untuk menggantinya bila pemiliknya meminta.
“Sedangkan bila berbentuk harta itu adalah uang tunai, boleh saja digunakan untuk membayar suatu keperluan, namun dengan syarat bahwa uang itu siap diganti kapan saja nanti pemiliknya datang,” kata Kiai Ahmad.