Sabtu 25 Jan 2025 09:55 WIB

Bjork Sebut Spotify Sebagai Hal Terburuk yang Pernah Terjadi di Industri Musik

Streaming menciptakan tekanan bagi musisi untuk terus merilis karya demi pendapatan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Friska Yolandha
Musisi asal Irlandia, Bjork, kembali mengkritisi platform musik Spotify dengan menyebutnya sebagai hal terburuk yang pernah terjadi pada musisi.
Foto: EPA
Musisi asal Irlandia, Bjork, kembali mengkritisi platform musik Spotify dengan menyebutnya sebagai hal terburuk yang pernah terjadi pada musisi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Musisi asal Irlandia, Bjork, kembali mengkritisi platform musik Spotify dengan menyebutnya sebagai hal terburuk yang pernah terjadi pada musisi. Ia juga menyoroti bagaimana budaya streaming telah mengubah industri musik dan merugikan para seniman, terutama pendatang baru.

Menurut Bjork, streaming menciptakan tekanan besar bagi musisi untuk terus merilis karya secara konsisten demi relevansi dan pendapatan. Hal ini dianggap mengganggu proses kreatif yang membutuhkan waktu dan privasi.

Baca Juga

“Hanya dalam keheningan Anda bisa menciptakan karya baru. Tapi sekarang kita dituntut serba cepat dan terus membuat karya baru. Budaya streaming telah mengubah cara kerja kita, dan dalam hal ini Spotify mungkin adalah hal terburuk yang pernah terjadi pada musisi,” kata Bjork seperti dilansir NME, Jumat (24/1/2025).

Ini bukan pertama kalinya Bjork mengkritik platform streaming. Pada 2015, Bjork pernah mengungkap keputusannya untuk tidak merilis album Vulnicura di Spotify dengan alasan untuk menghormati karyanya.

Bjork menilai, sistem yang diadopsi Spotify tidak menghormati dedikasi dan waktu yang dicurahkan musisi untuk menghasilkan karya. Menurut dia, sistem streaming yang membuat karya seniman tersedia hampir secara gratis, meskipun para musisi membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menciptakannya.

“Mengerjakan sesuatu selama dua atau tiga tahun dan kemudian, 'Oh, ini dia gratis'. Ini bukan tentang uang, tetapi soal rasa hormat terhadap kerja keras dan menghargai pekerjaan yang Anda lakukan,” tegas Bjork.

Pandangan Bjork sejalan dengan drummer Anthrax, Charlie Benante. Pada November lalu, Benante menyebut platform Spotify sebagai tempat di mana musik akan mati, karena dianggap tidak memberikan apresiasi yang adil kepada pencipta karya.

“Secara tidak sadar, ini mungkin alasan mengapa kami tidak membuat album setiap tiga tahun sekali atau semacamnya, karena saya tidak ingin memberikannya secara gratis. Ini pada dasarnya adalah pencurian dari artis, dari orang yang menjalankan situs streaming musik seperti Spotify,” kata dia.

“Saya tidak berlangganan Spotify. Saya pikir itu adalah tempat di mana musik mati,” tambah Benante.

Spotify sendiri terus menuai kontroversi. Tahun lalu, CEO Spotify Daniel Ek menghadapi kritik setelah mengklaim bahwa biaya pembuatan konten terlalu tinggi. Pernyataan ini dianggap oleh banyak musisi dan pengguna sebagai bentuk ketidakpedulian terhadap kesulitan yang dihadapi oleh para artis.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement