REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam surah al-Isra ayat pertama, Allah SWT berfirman, yang artinya, “Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjid al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.”
Ayat itu menggambarkan peristiwa Isra dan Miraj. Para ulama berbeda pendapat mengenai waktu terjadinya. At-Thabari mengatakan, momen yang luar biasa itu terjadi pada tahun pertama sejak Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi utusan Allah. Sementara itu, menurut al-Manshurfuri, kejadian itu berlangsung pada malam tanggal 27 Rajab, tahun ke-10 setelah kenabian Rasul SAW.
Kekuasaan Allah
Isra merujuk pada peristiwa ketika Allah Ta’ala memperjalankan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram Makkah al-Mukarramah ke Masjid al-Aqsha di Palestina. Adapun Miraj berarti dinaikkannya Nabi SAW dari al-Aqsha ke atas. Beliau melintasi lapis demi lapis langit hingga tiba di Sidrat al-Muntaha, sebuah dimensi yang tak terjangkau kalkulasi manusia.
Dalam perjalanan yang luar biasa itu, Nabi SAW “berjumpa” dengan Allah SWT. Beliau berdialog dengan Rabbnya. Isra Miraj juga menunjukkan, betapa Allah Mahakuasa.
Nabi SAW mengendarai buraq dalam proses Isra Miraj. Nama kendaraan itu berakar dari sebutan barq, yang berarti ‘kilat.’ Itu menandakan, kecepatannya yang sangat hebat atau mungkin saja melampaui kecepatan cahaya.
Perintah Shalat
Isra Miraj merupakan salah satu kejadian penting dalam sejarah Islam. Melalui peristiwa itu, Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyu tentang diwajibkannya shalat lima waktu bagi kaum Muslimin.
Dengan demikian, shalat lima waktu sangat penting. Bahkan, Nabi SAW sampai “diundang” ke hadapan Tuhannya untuk menerima perintah tersebut. Dalam Alquran, ada banyak pula instruksi yang menyuruh kaum beriman agar menegakkan shalat. Begitu pula dalam berbagai hadis, ada banyak imbauan agar tiap Muslim mengerjakan shalat dengan baik.