REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi di Kairo pada Rabu (29/1/2025), menegaskan, negaranya tidak akan terlibat dalam pemindahan paksa warga Palestina sesuai ide Presiden Amerika Serikat Donald John Trump. Sisi menegaskan, pemindahan paksa warga Gaza sebagai "tindakan ketidakadilan yang tidak bisa diterima."
Berbicara dalam konferensi pers bersama di Kairo dengan Presiden Kenya William Ruto, Sisi kembali menekankan sikap tegas Mesir terhadap perjuangan Palestina. "Prinsip historis posisi Mesir terhadap Palestina tidak bisa ditawar,” ujar Sisi sambil menegaskan komitmen negaranya terhadap solusi dua negara.
"Keamanan nasional Mesir tidak bisa dikompromikan. Kami bertekad untuk bekerja sama dengan Presiden (Donald) Trump guna mencapai penyelesaian damai berdasarkan solusi dua negara," kata Sisi menegaskan.
Sebelumnya, Trump menyerukan agar Gaza "dibersihkan" dan warga Palestina. Dia ingin warga Gaza dipindahkan ke Mesir dan Yordania, dengan menyebut wilayah tersebut sebagai "lokasi penghancuran" akibat perang genosida Israel.
Namun, Kairo dan Amman dengan tegas menolak setiap upaya pemindahan warga Palestina dari tanah mereka. Usulan Trump muncul setelah kesepakatan gencatan senjata mulai berlaku di Gaza pada 19 Januari, dan untuk sementara menghentikan serbuan Israel yang telah menewaskan lebih dari 47.400 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, serta melukai lebih dari 111 ribu orang sejak 7 Oktober 2023.
Terkait hubungan Mesir dan Kenya, Sisi mengatakan, kedua negara sepakat untuk mempererat kerja sama dan meningkatkan hubungan ke tingkat kemitraan strategis. "Langkah ini akan membuka peluang kerja sama lebih luas di berbagai bidang, terutama pertahanan, keamanan, pemberantasan terorisme, pengelolaan air, budaya, pendidikan, serta pembangunan kapasitas," ujarnya.
Kedua pemimpin juga membahas konflik di Sudan, bertukar pandangan mengenai solusi potensial, dan menekankan pentingnya upaya berkelanjutan antara Mesir dan Kenya untuk menyelesaikan krisis tersebut. Sejak April 2023, pertempuran antara militer Sudan dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) telah menewaskan lebih dari 20 ribu orang dan membuat 14 juta lainnya mengungsi, menurut data PBB dan otoritas setempat.
Sementara itu terkait dengan kondisi di Sudan, suatu kajian sejumlah universitas di AS memperkirakan jumlah korban jiwa mencapai sekitar 130 ribu orang. Sementara itu, Ruto menggambarkan Mesir sebagai mitra strategis utama.
“Mesir adalah mitra yang dapat diandalkan, dan kami memiliki visi bersama untuk pembangunan berkelanjutan," kata Ruto.
Dia juga menekankan pentingnya pemanfaatan sumber daya regional untuk memperkuat keamanan serta memuji kepemimpinan Mesir. Sebelum konferensi pers, kedua pemimpin mengadakan pembicaraan yang dilanjutkan dengan diskusi lebih luas yang melibatkan delegasi masing-masing negara.