Kamis 30 Jan 2025 08:41 WIB
100 Hari Pemerintahan Prabowo Gibran

100 Hari Prabowo dan Pergeseran Geopolitik Dunia

Bergabung ke BRICS jadi penanda signifikan awal kebijakan luar negeri Prabowo.

Menlu RI Sugiyono (berpeci) di antara kepala negara dan delegasi berpose di sela KTT BRICS Summit di Kazan, Rusia, Kamis, 24 Oktober 2024.
Foto: Alexander Nemenov, Pool Photo via AP
Menlu RI Sugiyono (berpeci) di antara kepala negara dan delegasi berpose di sela KTT BRICS Summit di Kazan, Rusia, Kamis, 24 Oktober 2024.

OLEH: Fitriyan Zamzami

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kebijakan luar negeri Indonesia pada 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berbelok tajam dengan bergabung secara resmi ke dalam kelompok BRICS. Langkah ini bakal jadi penentu yang signifikan bukan hanya untuk Indonesia tetapi juga geopolitik dunia.

Baca Juga

Sejak BRICS dibentuk pada 2009 oleh Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan; Indonesia selalu diambang pintunya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama masa pemerintahannya tak sekali dua kali bicara soal kemungkinan Indonesia bergabung dalam kumpulan yang mulanya berfokus pada persoalan ekonomi tersebut.

Keanggotaan Indonesia pada masa pemerintahan SBY terhambat oleh kondisi perekonomian di Tanah Air yang disebut belum memenuhi persyaratan bergabung dengan negara-negara yang tengah naik daun tersebut. Selain itu, Presiden SBY terkenal dengan prinsip “sejuta kawan” yang mengambil sikap netral di kancah perpolitikan dunia.

Pada awal 2023, di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, isu bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS kian santer. Pencalonan Indonesia semakin menguat setelah Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi yang hadir dalam pertemuan secara virtual negara-negara BRICS yang dihelat pada 2 Juni 2023.  

Pada Agustus 2023, Presiden Joko Widodo bahkan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS ke-15 yang digelar di Johannesburg, Afrika Selatan. Presiden menggebu-gebu berbicara soal perlunya negara-negara di Selatan, bekas jajahan pada masa kolonialisme, berbicara lebih lantang. BRICS adalah salah satu corong tersebut.

Bagaimanapun, Jokowi pulang ke Jakarta tanpa keputusan apapun. “Kita ingin mengkaji terlebih dahulu, mengkalkulasi terlebih dahulu, kita tidak ingin tergesa-gesa,” ucap Presiden kala itu.

photo
Presiden Jokowi saat menghadiri KTT BRICS di Johannesburg, Afrika Selatan, Kamis (24/8/2023). - (Laily Rachev - Biro Pers)

Kemudian terjadi serangan pejuang Palestina ke Israel pada 7 Oktober 2023. Serangan yang kemudian dibalas dengan brutal oleh Israel dengan mengabaikan berbagai lembaga penjaga ketertiban dunia.

Serangan itu memicu komentar dari Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih soal pergeseran geopolitik yang menjelang. Ia menekankan ada standar ganda Barat menyikapi serangan brutal Israel. Tepat setahun setelah serangan brutal itu meluluhlantakkan Jalur Gaza, membunuh 47 ribu jiwa, Indonesia secara resmi mengajukan keanggotaan BRICS. 

Dr Oh Ei Sun, peneliti senior di lembaga think tank Singapore Institute of International Affairs melihat langkah itu tak lepas dari guncangan geopolitik atas pelanggaran terang-terangan atas norma-norma ketertiban dunia di Gaza. Menurutnya, Bagi Malaysia dan Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim, yang mendukung perjuangan Palestina, bergabung ke BRICS adalah sinyal yang kuat terhadap negara-negara Barat.

"Hal ini juga merupakan upaya yang dilakukan secara spontan dan tidak langsung terhadap Barat yang sangat mendukung Israel," kata Dr Oh dilansir CNA. 

SBY juga urun pikiran atas kondisi tersebut. Ia menekankan bahwa blok-blok seperti G-20, G-7, dan BRICS, bukan lagi soal perekonomian semata. "Sekarang no more, never again karena ternyata berkembang lagi grouping atau blok-blok baru," ungkapnya di Jakarta pada November lalu.

Akhirnya, pada Januari 2025, Brasil yang memegang keketuaan BRICS tahun ini mengumumkan secara resmi keanggotaan Indonesia di BRICS. Yang ditarik ulur pemerintahan Indonesia selama bertahun-tahun, dicapai Prabowo hanya dalam waktu dua bulan setengah sejak proposal bergabung resmi diajukan.

Bergabungnya Indonesia ke dalam kelompok yang digadang-gadang bakal menggoyang hegemoni Barat itu menambah daya gedornya. BRICS saat didirikan pada 2009 mencakup lima negara yakni Brasil, Rusia, India, Cina, Afrika Selatan. Pada 2024, keanggotaan diluaskan meliputi Mesir Ethiopia, Iran, Uni Emirat Arab. Arab Saudi yang diundang saat itu masih menolak. 

Sebelum Indonesia menjadi anggota, blok ini menyumbang hampir 45 persen populasi dunia. Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbanyak keempat dunia melonjakkan populasi di bawah negara-negara BRICS menjadi hampir separuh penduduk dunia alias sekitar 48,5 persen.

Sebelum Indonesia bergabung, negara-negara anggota BRICS meliputi 35 persen dari produk domestik bruto (PDB) global, diukur menggunakan paritas daya beli (PPP). Keanggotaan Indonesia melonjakkan angka itu mencapai 41,4 persen PDB global (PPP) menurut data Oktober 2024 yang diterbitkan oleh IMF. 

Negara-negara BRICS memiliki porsi yang jauh lebih besar dalam perekonomian global dibandingkan G7, kelompok tujuh negara Barat yang menjajah sebagian besar dunia. Jika digabungkan, anggota G7 Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat menyumbang 29,08 persen PDB dunia (PPP) pada tahun 2024.

Merujuk Geopolitical Economy Report, perekonomian Indonesia lebih besar dibandingkan Inggris dan Perancis yang merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Indonesia menyumbang 2,44 persen PDB global (PPP), dibandingkan dengan Inggris dan Perancis yang hanya menyumbang 2,2 persen.

photo
Kekuatan Ekonomi BRICS - (REPUBLIKA)

Kekuatan ekonomi BRICS juga dapat dilihat dari kapasitas produktif perekonomian yang membentuk organisasi tersebut. Anggota dan mitra BRICS adalah pemimpin dunia dalam produksi komoditas penting, seperti sereal, daging, minyak mentah, gas alam, dan mineral strategis seperti bijih besi, tembaga, dan nikel.

Tanaman utama utama di dunia, yang mewakili lebih dari separuh produksi pertanian global, masing-masing adalah tebu, jagung (jagung), beras, gandum, buah kelapa sawit, dan kentang, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO). Negara-negara BRICS mendominasi produksi global tanaman pangan primer ini. Brasil, India, dan Cina menghasilkan sekitar dua pertiga produksi tebu global.

Cina dan Brasil mewakili hampir 30 persen produksi jagung global. Cina dan India juga memproduksi lebih dari separuh beras dunia. Cina India, dan Rusia memproduksi lebih dari 40 persen gandum dunia. Sedangkan 40 persen kentang dunia diproduksi Cina dan India.

Indonesia menambah kekuatan produksi itu karena merupakan produsen 54 persen minyak sawit dunia. Bersama dua mitra BRICS, Malaysia dan Thailand, Indonesia menguasai hampir 90 persen produksi buah kelapa sawit global.

Indonesia juga menambah secara signifikan kekuatan produksi BRICS sebagai  produsen nikel nomor satu di dunia. Nikel merupakan mineral penting yang dibutuhkan untuk teknologi energi terbarukan seperti baterai dan panel surya.

Dalam dekade terakhir, pemerintah Indonesia telah memulai program industrialisasi yang ambisius. Melalui perencanaan negara dan kebijakan industri yang cermat, Jakarta melarang ekspor mineral mentah. Dengan investasi strategis dari perusahaan-perusahaan milik negara Cina dan pinjaman yang menguntungkan dari bank-bank milik negara Cina, Indonesia telah meningkatkan rantai nilai, dengan mengolah nikel di dalam negeri.

Dengan memperoleh lebih banyak nilai dalam proses produksi, Indonesia melipatgandakan pendapatan nikelnya, dari hanya 6 miliar dolar AS pada tahun 2013, ketika hanya mengekspor bijih mentah, menjadi 30 miliar dolar AS pada tahun 2022, ketika memproses mineral tersebut di dalam negeri.

Masuknya Indonesia ke BRICS membuat kelompok itu kini meliputi negara-negara Muslim dengan populasi terbanyak. Negara-negara Muslim di keanggotaan tetap, meliputi sekitar 32,1 persen Muslim sedunia. Angka ini melonjak jadi 43,1 persen jika menyertakan negara-negara mitra.

Masuknya Indonesia ke dalam BRICS juga merupakan suatu hal yang sangat simbolis. Ini mengingat peran utama negara ini dalam gerakan anti-kolonial pada tahun 1950-an dan 1960-an. Proklamator Sukarno, mensponsori Konferensi Bandung pada tahun 1955, dan ikut mendirikan Gerakan Non-Blok pada tahun 1961.

China mengakui tambahan kekuatan ini. "Masuknya Indonesia secara resmi ke dalam BRICS merupakan kepentingan bersama negara-negara BRICS dan negara-negara belahan bumi selatan (global-south) dan kami yakin bahwa Indonesia akan memberikan kontribusi aktif bagi perkembangan BRICS," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam konferensi pers di Beijing pada Selasa (7/1/2025).

photo
Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Xi Jinping melakukan inspeksi pasukan saat upacara kenegaraan di Balai Besar Rakyat, Beijing, China pada Sabtu (9/11/2024). - (Florence Lo/Pool Photo via AP)

"Indonesia, sebagai negara berkembang utama dan kekuatan penting di belahan bumi selatan, sangat menghargai semangat BRICS dan telah mengambil bagian aktif dalam kerja sama 'BRICS Plus'," tambah Guo Jiakun.

Sejauh ini, Presiden Prabowo maupun Menlu RI Sugiono lebih bicara soal potensi ekonomi bergabung dengan BRICS. Ada kesan menurunkan tensi soal dampak geopolitiknya. Bagaimanapun, menurut Menlu, ada kepentingan nasional yang jadi pertimbangan bergabung ke BRICS. 

"Kita itu kan, satu, punya national interest. National interest kita yang pertama dan yang paling penting adalah tentu saja melindungi dan menjaga tanah air, tumpah darah bangsa Indonesia. Yang berikutnya adalah memajukan kesejahteraan umum," kata Sugiono.

Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Bidang Strategi Kebijakan Hubungan Luar Negeri Darmansjah Djumala mengatakan dengan menjadi anggota BRICS, Indonesia memasuki ranah baru dalam upaya mengaktualisasikan prinsip bebas aktif dalam diplomasi dan kebijakan luar negerinya. "Diplomasi Indonesia melakukan langkah bersejarah dengan menjadi anggota BRICS," kata Djumala dalam keterangan tertulis, Kamis.

Djumala menggarisbawahi fakta bahwa penerimaan Indonesia sebagai anggota penuh relatif cepat. Niat Indonesia untuk ikut BRICS dinyatakan oleh Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Sugiono pada KTT BRICS di Kazan, Rusia, 24 Oktober 2024.

"Hanya berselang dua setengah bulan, Kemenlu Brazil, sebagai Ketua BRICS saat ini, mengumumkan diterimanya Indonesia sebagai anggota penuh," katanya.

Menurut dia, cepatnya Indonesia diterima sebagai anggota menyiratkan sesuatu, yakni peran Indonesia dinilai penting dalam BRICS, terutama dalam tiga perspektif; yaitu geopolitik, ekonomi dan diplomasi.

Pertama, dalam konteks geopolitik dunia sekarang ini, profil Indonesia sebagai pelopor Konferensi Asia Afrika dan Gerakan Non Blok membawa nuansa kemandirian dan independensi dalam tarikan kepentingan politik global.

Muruah prinsip bebas aktif akan terefleksi dalam kinerja diplomasi BRICS dalam interaksinya dengan kekuatan politik global lainnya. Pada titik ini Indonesia memperoleh ranah baru untuk mengaktualisasikan prinsip bebas-aktifnya.

Kedua, dari perspektif ekonomi, Indonesia dipandang sebagai kekuatan ekonomi regional dengan pangsa pasar terbuka yang luas dengan kelas menengah cukup besar.

Menurut Djumala, dengan status sebagai anggota G20 tidak sulit bagi Indonesia untuk berkontribusi dalam kerja sama BRICS, terutama dalam pembukaan akses pasar dan arus investasi.

Ketiga, dari perspektif watak diplomasi, Indonesia selama ini sudah telanjur dikenal sebagai penengah atau bridge builder dalam banyak perbedaan kepentingan negara-negara dunia, seperti negara maju versus negara berkembang atau negara Barat versus Timur.

photo
Presiden Cina Xi Jinping, kiri, dan Presiden Rusia Vladimir Putin menghadiri sesi pada KTT BRICS di Kazan, Rusia, Kamis, 24 Oktober 2024. - ( Alexander Nemenov/Pool Photo via AP)

Menjadi mediator kepentingan yang berbeda secara diametral sudah menjadi DNA diplomasi Indonesia, sebut Djumala. Watak mediasi seperti ini sangat diperlukan dalam menjembatani kepentingan antara BRICS dan kekuatan blok ekonomi global lainnya.

"Sebenarnya disinilah letak nilai lebih yang dimiliki Indonesia ketika menjadi anggota BRICS," katanya.

Djumala mengatakan adab diplomasi Indonesia yang menekankan pada upaya "menyatukan yang terbelah dan mendekatkan yang terpisah" akan mewarnai langkah BRICS ketika berhadapan dengan kepentingan blok ekonomi lain.

"Diplomasi nilai yang dibawa Indonesia yang diinspirasi oleh Pancasila, yaitu gotong royong (kerjasama) dan musyawarah (dialog), diharapkan dapat mewarnai kinerja BRICS manakala kelompok tersebut berinteraksi dengan kekuatan ekonomi global lain,” kata Djumala.

Artinya, gebrakan pemerintahan Prabowo pada seratus hari terkait politik luar negeri ini bisa jadi punya dampak yang signifikan bukan hanya di Tanah Air, namun juga percaturan dunia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement