Jumat 31 Jan 2025 06:46 WIB

Sertifikat Pagar Laut di Bekasi Terbit 2012, 2015, 2016, 2017, dan 2018

Kementerian ATR tak bisa membatalkan SHGB yang sudah terbit untuk perairan Bekasi.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
 Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid.
Foto: Republika/Febryan A
Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua perusahaan teridentifikasi sebagai pemilik Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) pagar laut ilegal yang ada di perairan Babelan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Pagar laut di pesisir Bekasi tersebut berdiri sepanjang delapan kilometer (km).

Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid dalam rapat bersama Komisi II DPR RI di Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025), mengatakan, perusahaan yang memiliki SHGB di Desa Hurip Jaya, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, yakni pertama berinisial PT CL. SHGB perusahaan tersebut terbit pada tahun 2012, 2015, 2016, 2017, dan tahun 2018.

Baca Juga

"Ini di laut ada SHGB yang luasnya itu 509,795 hektare. Inisial PT CL, 78 bidang, luasnya 90 hektare," kata Nusron.

Sementara itu, perusahaan kedua berinisial PT MAN. Perusahaan tersebut memiliki 268 bidang dengan luas 419,6 hektare. SHGB tersebut terbit pada 2013, 2014 dan 2015.

"Setelah kita analisis, memang ini sebagian besar ada di luar garis pantai. yang merah itu. Yang merah itu garis pantai," terang Nusron sembari menunjukkan peta kepada anggota DPR di rapat tersebut.

Politikus Partai Golkar tersebut mengaku, pihaknya tidak bisa serta-merta membatalkan SHGB tersebut. Pasalnya, Kementerian ATR/BPN tidak bisa menggunakan asas contrarius actus atau pembatalan keputusan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara (TUN)

"Problemnya apa? Kita tidak bisa serta-merta, belum bisa serta-merta membatalkan ini. Kenapa? Kami tidak bisa menggunakan asas contrarius actus. Jadi pejabat yang menerbitkan sertifikat atau pejabat yang menerbitkan administrasi negara tidak bisa mencabut," terang Nusron.

Dia mengaku, apabila SHGB tersebut berusia di bawah lima tahun, Kementerian ATR/BPN dapat segera melakukan pembatalan. Namun penerbitan SHGB tersebut telah melewati waktu lima tahun.

Oleh karena itu, Nusron mengungkap, jajarannya sedang melakukan konsultasi apakah Kementerian ATR/BPN sebagai instansi yang menerbitkan SHGB meminta ketetapan pengadilan untuk pembatalan. Konsultasi dilakukan ke Mahkamah Agung (MA).

"Terhadap ini bagaimana proses pembatalannya? Ini kami sedang melakukan konsultasi kepada Mahkamah Agung supaya Pengadilan memerintahkan (Kementerian ATR/BPN), ini dibatalkan," terangnya.

Dia menambahkan, apabila langkah tersebut tidak bisa dilakuka, Kementerian ATR/BPN harus membuktikan seluruh SHGB di luar garis pantai dulunya tanah yang kini telah musnah. Kendati demikian, Nusron mengak,  pihaknya belum bisa membuktikan jika hal itu ditempuh sebagai upaya pembatalan SHGB tersebut.

"Kalau ini masuk kategori tanah musnah, kami harus mampu membuktikan bahwa semua sertifikat yang terbit di luar dari garis pantai, dulunya tanah. Sementara kami belum bisa membuktikan itu," katanya.

Meski begitu, menurut Nusron, kawasan tersebut dulunya merupakan kawasan tambak, kemudian musnah karena adanya abrasi. Hanya saja, pihaknya belum bisa membuktikan bahwa di kawasan itu pernah terjadi abrasi.

"Dan yang bisa menunjukkan peta itu adalah otoritas lain dalam hal ini Badan Informasi Geospasial," kata Nusron.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement