REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha menceritakan, Imam Syafii punya mitra debat terkenal. Namanya Syaiban Ar Roi yang merupakan penggembala kambing miskin.
Suatu ketika, Imam Syafii menjenguk Syaiban Ar Roi. Kemudian Imam Syafii bertanya Syaiban tentang kepada siapa zakat diwajibkan?
"Ala qulli goniyin wal fakirin. Zakat itu wajib bagi orang kaya dan orang fakir," jawab Syaiban seperti diceritakan Gus Baha dalam ceramahnya.
"Loh kenapa, masa orang fakir sudah miskin wajib zakat?" tanya Imam Syafii.
"Memangnya orang fakir hartanya bersih semua. Nggak kan?" jawab Syaiban.
Gus Baha mencontohkan tanpa menyinggung profesinya. Di kampungnya, kalau ada cara misalnya haulan atau pengajian di lapangan, tidak jelas lapangan atau trotoar itu milik siapa.
Namun, ada tukang parkir yang hanya bermodalkan tali rafia yang pertama kali memasang seolah merasa dia yang paling berhak untuk memungut uang pakir. Sehingga, mereka mendapatkan uang.
"Itu atas nama fikih itu sah atau nggak?" ujar Gus Baha.
"Kalau atas nama tamaluk (kepemilikan) apa dia (tukang parkir) memiliki. Itu milik orang banyak. Itu banyak tukang parkir di kampung saya terus tanya...iya gus bener jenengan. Hanya modal rafia, trus dia berhak," ujar Gus Baha.
Artinya, menurut Gus Baha, rezeki orang miskin juga banyak yang masalah kalau nggak dizakati.
Menurut Gus Baha, negara hanya mewajibkan zakat kepada orang kaya. Karena itu yang harus dituntut kalau mereka tidak membayar zakat.
"Tapi orang mizkin yang merasa rezekinya macam-macam silahkan zakat. Zakat itu filosofinya tadhirul mal, mensucikan harta," ujar Gus Baha.