REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan pada awal 2025 industri manufaktur masih tertekan karena adanya pengurangan produksi yang disebabkan rencana kenaikan PPN 12 persen oleh pemerintah. Meski Presiden Prabowo Subianto telah mengumumkan bahwa kenaikan PPN 12 persen diterapkan hanya untuk barang-barang mewah, namun pelaku industri telah mempersiapkan diri untuk meningkatkan produksi barang sebagai stok di gudang sebelum tahun 2025 sebagai antisipasi kenaikan PPN 12 persen tahun lalu.
“Industri pada Januari 2025 sedikit mengerem laju produksi. Mengapa sedikit mengerem? Itu disebabkan karena masih banyak stok produk di gudang. Persediaannya masih banyak. Lalu kenapa stok di gudang masih banyak pada Januari? Karena industri meningkatkan produksinya pada November dan Desember 2024 untuk mengantisipasi kenaikan PPN 12 persen,” ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta, Kamis (31/1/2025).
Pengurangan produksi awal tahun ini yang diakibatkan ketersediaan stok barang dan belum terserap optimal di pasar, akhirnya membuat pelaku industri menahan produksinya. Kemenperin dalam rilis IKI Januari 2025 mencatat persediaan tetap dalam posisi ekspansi sebesar 53,58 meski turun 1 poin dibandingkan Desember 2024 (mtm). Lebih lanjut, permintaan produksi untuk memenuhi kebutuhan pada bulan Ramadan dan Lebaran mulai bermunculan.
Momentum ini diharapkan mampu merangsang peningkatan produksi industri sehingga industri manufaktur kembali menggeliat. Febri juga memprediksi pada satu hingga dua bulan menjelang hari besar umat muslim ini mampu menopang peningkatan produksi industri yang sempat menurun pada awal tahun 2025.
“Biasanya menjelang hari keagamaan atau hari raya di 1-2 bulan sebelumnya pabrik memproduksi lebih banyak,” pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen, khusus terhadap barang dan jasa mewah yang mulai diberlakukan pada 1 Januari 2025. Hal itu diumumkan Presiden Prabowo Subianto usai mengikuti rapat tutup tahun 2024 di Kantor Kementerian Keuangan Jakarta.