REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Korban penipuan biro umrah PT HMS terus bertambah. Berdasarkan rekapitulasi data yang dilakukan Polda DIY per 30 Januari 2025, total sudah ada 164 orang yang menjadi korban.
Polda DIY juga terus membuka posko pengaduan bagi masyarakat yang menjadi korban penipuan PT HMS. Dilansir dari data Polda DIY, dari pengaduan yang diterima sejak 23-30 Januari 2025, tercatat 18 aduan yang masuk.
Rinciannya yakni lima laporan polisi dari Polda DIY, satu laporan polisi di Polresta Yogyakarta, satu laporan polisi di Polres Kulon Progo. Selain itu, juga masuk 11 aduan via WhatsApp.
Dari total 18 aduan yang masuk ke Polda DIY tersebut, total jumlah korban mencapai 164 orang. Dengan begitu, total kerugian yang tercatat juga sudah mencapai Rp 5.624.500.000.
Polda DIY juga masih terus membuka posko pengaduan bagi masyarakat yang menjadi korban penipuan PT HMS. Untuk itu, masyarakat diimbau menghubungi petugas kepolisian jika menjadi korban penipuan biro umrah tersebut.
“Kami menghimbau masyarakat yang menjadi korban atau memiliki informasi terkait kasus ini, termasuk aset milik tersangka, untuk menghubungi hotline WhatsApp Posko Pengaduan Ditreskrimum Polda DIY di 0858 9148 6496 atau 0895 3520 60598, atau datang langsung ke posko pengaduan di Ditreskrimum Polda DIY pada pukul 09.00-17.00 WIB,” kata Polda DIY.
Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda DIY telah menangkap seorang perempuan berinisial ID (46 tahun) yang merupakan tersangka kasus penipuan dan penggelapan pemberangkatan umrah. Jumlah kerugian korban atas penipuan tersebut diperkirakan mencapai Rp 14 miliar.
Tersangka merupakan pemilik agen travel umrah PT HMS, warga Mergangsan, Kota Yogyakarta. Modus tersangka dalam menjalankan aksinya yakni dengan menawarkan perjalanan umrah kepada korban dengan biaya yang relatif murah.
Mulai dari Rp 33 juta hingga Rp 48 juta untuk kelas bisnis. Namun, setelah korban melakukan pembayaran dan pelunasan, pemberangkatan tidak pernah terjadi sesuai dengan jadwal yang dijanjikan biro umrah milik tersangka. Bahkan, dana yang telah ditransfer pun tidak dikembalikan kepada korban.