Sabtu 01 Feb 2025 14:10 WIB

Tantangan Menuju Swasembada Pangan, Fokus Pada Komoditas Utama

Pada 2023, BPS mencatat pemerintah melakukan impor beras 3,06 juta ton.

Rep: Frederikus Dominggus Bata/ Red: Lida Puspaningtyas
Epon Sukarsi (54) memanen padi yang ditanam di lahan kosong kawasan pinggiran Kanal Banjir Timur (KBT) , Duren Sawit, Jakarta, Rabu (4/9/2024). Panen ini merupakan panen perdana dan rencananya padi hasil panen tersebut sebagian akan dikonsumsi dan sebagian dijual untuk modal tanam kembali.Menurut Epon sudah banyak tetangganya yang meminta beras dari hasil panennya. Namun dia masih mencari tempat/jasa penggilingan padi terdekat.
Foto: Republika/Prayogi
Epon Sukarsi (54) memanen padi yang ditanam di lahan kosong kawasan pinggiran Kanal Banjir Timur (KBT) , Duren Sawit, Jakarta, Rabu (4/9/2024). Panen ini merupakan panen perdana dan rencananya padi hasil panen tersebut sebagian akan dikonsumsi dan sebagian dijual untuk modal tanam kembali.Menurut Epon sudah banyak tetangganya yang meminta beras dari hasil panennya. Namun dia masih mencari tempat/jasa penggilingan padi terdekat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Swasembada pangan salah satu gagasan besar pemerintahan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka. Di berbagai kesempatan Presiden Prabowo terus menyuarakan hal itu.

Sebuah target besar yang tentu saja menantang. Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengatakan, jika bicara pangan, cakupannya luas. Menurutnya saat ini ada 12 komoditas dengan total volume impor mencapai 29,9 juta ton, berdasarkan catatan 2023.

Baca Juga

"Nah sekarang kalau kita bicara soal swasembada pangan, berarti impornya harus nol semua, dan harus dipenuhi dari produksi dalam negeri," kata Andreas kepada Republika, Sabtu (1/2/2025).

Ia menyarankan pemerintah sebaiknya memakai istilah swasembada berdasarkan komoditas tertentu. Teranyar Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan mengatakan pemerintah telah memberlakukan larangan impor bagi empat komoditas pangan. Itu antara lain beras, jagung, gula dan garam.

Di antara sederet komoditas yang disebutkan di atas, beras berada di sektor terdepan. Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan berbagai langkah nyata guna meningkatkan produksi. Menurut Menteri Pertanian Andi Amran Sulaeman, memakai catatan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi tahun ini mengalami peningkatan.

Dwi menilai tindakan pemerintah memberhentikan impor beras pada 2025, sudah seharusnya. Ia menjelaskan beberapa penyebab. Pertama, pada 2023, BPS mencatat pemerintah melakukan impor beras 3,06 juta ton. Lalu pada 2024, sebut Dwi, pemerintah membeli beras dari luar negeri sekitar 4,2 juta ton. Itu impor beras terbesar sepanjang 25 tahun terakhir.

"Sudah barang tentu, impor tersebut berperan besar terhadap stok awal di tahun 2025," ujarnya.

Lalu perihal kenaikan produksi padi di awal 2025. Andreas berpendapat, keadaan demikian sudah selayaknya terjadi. Pasalnya, angka kenaikan dibandingkan dengan situasi 2024. Situasi 2024, merupakan momen di mana produksi padi Indonesia terendah sepanjang sejarah. Itu karena efek el nino pada 2023.

Ia mendengar berbagai gebrakan kementan untuk meningkatkan produksi komoditas beras ini. Strateginya terbagi dua, yakni, pertama ekstensifikasi berupa cetak sawah baru, perluasan lahan, optimalisasi lahan rawa, dan sebagainya. Berikutnya intensifikasi yaitu, perbaikan irigasi, penambahan bibit unggul, pupuk, dll.

Menurut Andreas yang terpenting adalah bagaimana hasilnya nanti. Itu akan menjawab tantangan sebenarnya. Setelah 2025, berapa jumlah stok beras dalam negeri.

"Pertanyaannya berkelanjutan atau tidak? Harus diingat, swasembada beras 2025, ditopang oleh impor beras tahun 2024, dan 2023. Bisa dibayangkan, stok beras 2026 menurun, kecuali terjadi lonjakan produksi luar biasa," tutur Pengamat Pertanian ini.

Ia menilai ada cara lebih ampuh untuk meningkatkan produksi. Ia menyarakan pemerintah fokus membenahi kesejahteraan petani. Bagaimana caranya? Dengan menjaga harga panen tetap tinggi.

Dwi mengakui, untuk padi, dalam dua tahun terakhir harga pembelian pemerintah (HPP) membaik. Saat ini HPP gabah kering panen (GKP) di angka Rp 6.500 per kg. Itu berdasarkan aturan yang dikeluarkan Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA).

"Kalau kesejahteraan petani meningkat, harga jual produk yang mereka hasilkan bisa dihargai dengan layak. Otomatis petani bersemangat tanam," ujarnya.

Ketika petani bersemangat tanam, menurut Dwi, itu menjadi kunci peningkatan produksi. Dengan begitu, para petani bakal berusaha mempertahankan dan menambah luas tanamnya. Pasalnya kondisi di lapangan sudah menguntungkan.

Khusus di beras saja, ada beberapa langkah solutif yang telah dan akan diambil. Itulah mengapa pembicaraan mengenai pangan secara keseluruhan, lebih luas. Dwi sempat menyinggung komoditas seperti bawang putih, kedelai, gandum, daging sapi, juga gula yang masih harus diimpor dalam jumlah besar.

Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menjelaskan pembenahan sektor pertanian tidak hanya berfokus pada beras, tetapi juga pada komoditas pangan lainnya. "Kita mulai dengan beras sebagai bahan pokok utama. Dalam sektor pertanian, kita pastikan semua komponen seperti pupuk, penyuluh, irigasi, dan benih sudah beres," jelasnya.

Pemerintah menargetkan Indonesia tidak hanya mencapai swasembada, tetapi juga menjadi eksportir dan lumbung pangan dunia. Dengan berbagai potensi yang dimiliki, Wamentan optimistis Indonesia mampu menjadi lumbung pangan dunia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement