REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan pada Januari 2025 mencapai 0,76 persen (year on year/yoy). Utamanya, inflasi didorong oleh kelompok akanan, minuman dan tembakau.
“Tingkat inflasi tahun ke tahun pada Januari 2025 adalah sebesar 0,76 persen, atau terjadi peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 105,19 pada Januari 2024 menjadi 105,99 pada Januari 2025,” kata Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Inflasi tahunan utamanya didorong oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau, dengan laju inflasi sebesar 3,69 persen dan memberikan andil sebesar 1,07 persen.
Komoditas yang memberikan andil inflasi terbesar pada kelompok ini adalah minyak goreng dengan andil sebesar 0,14 persen serta sigaret keretek mesin dengan andil sebesar 0,12 persen. Komoditas lain yang juga memberikan andil inflasi cukup besar adalah cabai rawit, kopi bubuk, dan beras.
Sementara itu, komoditas lain di luar kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang juga memberikan andil inflasi cukup besar adalah emas perhiasan dengan andil inflasi sebesar 0,36 persen.
Sejumlah kelompok mengalami deflasi, dengan deflasi terdalam terjadi pada kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga, dengan andil deflasi 1,39 persen. Deflasi ini didorong oleh komoditas tarif listrik pada Januari 2025.
Secara komponen, inflasi terjadi pada seluruh komponen kecuali komponen harga diatur pemerintah.
Komponen inti (core inflation) mengalami inflasi tahunan sebesar 2,36 persen dengan andil terhadap inflasi umum sebesar 1,51 persen. Komponen yang dominan memberikan andil inflasi terhadap di dalam komponen inti adalah emas perhiasan, minyak goreng, kopi bubuk, dan nasi dengan lauk.
Komponen harga bergejolak (volatile food) mengalami inflasi sebesar 3,07 persen, dengan andil inflasi sebesar 0,51 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi adalah cabai rawit, beras, ikan segar, telur ayam ras, dan daging ayam ras.
Sedangkan komponen harga diatur pemerintah (administered price) mengalami deflasi tahunan sebesar 6,41 persen. Komponen ini memberikan andil deflasi sebesar 1,26 persen, dan komoditas yang dominan memberikan andil deflasi adalah tarif listrik.
Bila ditinjau berdasarkan sebaran inflasi wilayah, secara tahunan sebanyak 30 provinsi mengalami inflasi, sedangkan 8 lainnya mengalami deflasi.
Inflasi tertinggi terjadi di Papua Pegunungan, yaitu sebesar 4,55 persen. Deflasi terdalam terjadi di Gorontalo sebesar 1,52 persen.