Senin 03 Feb 2025 18:35 WIB

Harga Singkong Anjlok, Kementan dan Satgas Pangan Cek Kondisi Pabrik Tapioka

Kementan menetapkan harga singkong menjadi Rp 1.350 per kilogram.

Rep: Frederikus Dominggus Bata/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pekerja menjemur tepung tapioka di salah satu rumah produksi tepung tapioka di Ganeas, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Pekerja menjemur tepung tapioka di salah satu rumah produksi tepung tapioka di Ganeas, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Yudi Sastro bersama satuan tugas (Satgas) pangan segera melaporkan ke presiden soal industri ubi kayu atau singkong. Disebutkan ada perusahaan tapioka masih tutup akibat regulasi pengaturan harga dan rafaksi ubi kayu.

"Mengenai masih tutupnya perusahaan tapioka yang ada di Provinsi Lampung setelah adanya regulasi pengaturan harga dan rafaksi ubi kayu, ini akan didiskusikan kembali dengan satuan tugas pangan," ujar Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Yudi Sastro di Lampung Tengah, Senin (3/2/2025).

Baca Juga

Ia mengatakan hal tersebut dilakukan sebab satuan tugas pangan berperan dalam pelaksanaan pengawasan, salah satunya di industri ubi kayu seperti mengenai operasional perusahaan tapioka.

"Karena satuan tugas pangan ada di bawah Presiden langsung, nanti mereka akan melaporkan mengenai masalah ini langsung ke Presiden. Siang ini akan langsung disampaikan oleh Menteri Pertanian juga setelah dikumpulkan semua hasil di lapangan," katanya.

Ia menjelaskan dengan pengawasan oleh Satuan Tugas Pangan dan penegak hukum, kemudian ada dorongan regulasi dari Kementerian Pertanian maka seharusnya semua pihak dapat mengikuti aturan tersebut.

"Kementerian Pertanian sudah membuat regulasinya sesuai surat kemarin, nanti kita tunggu hasilnya. Sebab pemerintah adalah wakil dari semuanya. Harga ubi kayu sudah disepakati Rp 1.350 per kilogram, dan impor diberhentikan ini dilakukan agar industri ubi kayu bisa berjalan dengan baik," ucap dia.

Menurut dia, pilihan menetapkan regulasi tersebut menjadi salah satu bentuk solusi untuk mengatasi permasalahan antara petani ubi kayu dan perusahaan tapioka.

"Regulasi ini dipilih sebagai jalan tengah agar petani, perusahaan dan konsumen semuanya tidak ada yang dirugikan," ujar dia.

Tanggapan lain dikatakan oleh salah seorang petani yang tergabung dalam Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Wilayah Mesuji Kadek Tike.

"Setelah adanya regulasi mengenai singkong, baru beberapa perusahaan yang beroperasi, dan masih banyak yang memilih tidak beroperasi," ujar Kadek Tike.

Ia menjelaskan dengan kondisi seperti itu petani ubi kayu pun masih banyak yang menahan belum melakukan panen ubi kayunya.

"Memang ada beberapa petani yang mulai mencabut ubi kayunya karena kebutuhan, tapi ada yang masih belum mencabut dan memilih menahan panen dulu karena harga yang kami dapat setelah dipotong berbagai rafaksi tanah, rafaksi bonggol dan biaya lainnya hanya sekitar Rp 900 per kilogram," tambahnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement