Jumat 07 Feb 2025 08:37 WIB

Bukti Menumpuk IDF Bunuh Warga Sendiri pada 7 Oktober

Mantan menteri keamanan Israel Yoav Gallant akui penggunaan Protokol Hannibal.

Tentara Israel berkumpul di dekat Kibbutz Beeri, Israel, 11 Oktober 2023.
Foto: EPA-EFE/MARTIN DIVISEK
Tentara Israel berkumpul di dekat Kibbutz Beeri, Israel, 11 Oktober 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Mantan menteri keamanan Israel Yoav Gallant mengakui bahwa pasukan pendudukan Israel diperintahkan untuk menerapkan Protokol Hannibal saat menghadapi serangan pejuang Palestina pada 7 Oktober 2023 lalu. Ini menguatkan dugaan bahwa tentara Israel sendiri yang membunuh banyak dari sekitar 1.200 korban jiwa di Israel pada pagi itu.

“Kami memerintahkan tentara untuk menggunakan Protokol Hannibal, yang berarti membunuh tawanan beserta penculiknya,” ujar Gallant dalam wawancara perdana dengan media Israel dilansir Palestine Chronicle, Jumat.

Baca Juga

Gallant juga mengkritik mantan menteri keamanan dalam negeri Itamar Ben-Gvir atas penyerangan provokatifnya terhadap Masjid al-Aqsa, dengan menyatakan bahwa hal itu "memicu situasi."

Militer Israel telah menghadapi gelombang pengunduran diri menyusul kegagalannya pada tanggal 7 Oktober. Saluran 13 Israel menggambarkan situasi ini sebagai "gelombang kejutan di dalam angkatan bersenjata."

Panglima militer "Israel", Letnan Jenderal Herzi Halevi, mengumumkan pengunduran dirinya pada 21 Januari, dengan alasan pertanggungjawaban atas "kegagalan" militer selama operasi Perlawanan Palestina pada 7 Oktober 2023.

Dalam surat pengunduran diri yang dipublikasikan oleh tentara, Halevi menyatakan bahwa dia mengundurkan diri "karena pengakuan saya atas tanggung jawab atas kegagalan [militer] pada tanggal 7 Oktober."

Sejak Januari 2024, bukti-bukti bahwa tentara penjajahan Israel (IDF) menjalankan Protokol Hannibal saat pejuang-pejuang Palestina menyerang wilayah Israel pada 7 Oktober 2023 telah menumpuk. Investigasi mengungkap bahwa perintah itu datang dari pimpinan puncak dan menyebabkan banyak kematian warga Israel.

Protokol Hannibal adalah perintah khusus dalam militer Israel untuk mencegah pejuang Palestina membawa sandera. Pencegahan itu harus dilakukan dengan cara apapun, meski harus mengorbankan nyawa sandera warga atau tentara Israel sekalipun.

Investigasi yang dilakukan surat kabar Yedioth Ahronoth menunjukkan bahwa pada tengah hari tanggal 7 Oktober, komando militer tertinggi Israel memerintahkan semua unit untuk mencegah penangkapan warga Israel “dengan cara apapun” – bahkan dengan menembaki mereka.

Militer “menginstruksikan semua unit tempurnya untuk melaksanakan Petunjuk Hannibal dalam praktiknya, meskipun mereka melakukannya tanpa menyebutkan nama tersebut secara eksplisit,” ungkap jurnalis Israel akhir pekan lalu.

Menurut Electronic Intifada, pengungkapan ini muncul dalam artikel investigasi baru yang ditulis oleh Ronen Bergman dan Yoav Zitun, dua jurnalis yang memiliki sumber luas di kalangan militer dan intelijen Israel.

photo
Mobil-mobil yang hancur terlihat di lokasi pesta rave dekat Kibbutz Reim, dekat pagar perbatasan Jalur Gaza, pada Selasa, 10 Oktober 2023. - (AP Photo/Ohad Zwigenberg)

Mereka juga mengungkapkan bahwa “sekitar 70 kendaraan” yang dikendarai oleh pejuang Palestina yang kembali ke Gaza diledakkan oleh helikopter tempur, drone, atau tank Israel. Banyak dari kendaraan ini berisi tawanan Israel.

Para jurnalis menulis bahwa, “pada saat ini masih belum jelas berapa banyak tawanan yang terbunuh akibat operasi perintah ini” untuk mencegah mereka dibawa ke Gaza dengan cara apapun. “Setidaknya dalam beberapa kasus, semua orang di dalam kendaraan tewas,” tulis laporan Yedioth Ahronoth.

Doktrin rahasia “Hannibal” diambil dari nama seorang jenderal Kartago kuno yang meracuni dirinya sendiri ketimbang ditangkap hidup-hidup oleh Kekaisaran Romawi. Perintah tersebut bertujuan untuk mencegah warga Israel ditawan oleh pejuang perlawanan yang nantinya dapat menggunakan mereka sebagai daya tawar dalam kesepakatan pertukaran tahanan.

Pengungkapan terbaru ini mengkonfirmasi laporan the Electronic Intifada sejak 7 Oktober bahwa banyak – jika bukan sebagian besar – warga sipil Israel yang terbunuh pada hari itu dibunuh oleh Israel sendiri, bukan oleh pejuang Palestina.

photo
Warga Palestina berjalan dan berkendara menjauh dari Kibbutz Kfar Azza, Israel, dekat pagar Jalur Gaza menyusul serangan pada Sabtu, 7 Oktober 2023. - (AP Photo/Hassan Eslaiah)

Klaim awal menyatakan bahwa 1.400 warga Israel dibunuh oleh Hamas dalam serangan Palestina yang dimulai pada 7 Oktober. Namun Israel telah berulang kali merevisi angka ini menjadi lebih kecil, sehingga kini jumlahnya mencapai “lebih dari 1.000”. Ratusan yang tewas juga sebenarnya adalah tentara Israel.

Hamas menyatakan bahwa mereka menargetkan pangkalan-pangkalan dan pos-pos militer, dan bahwa tujuan mereka adalah untuk menangkap, bukan membunuh warga sipil Israel, dan untuk membunuh atau menangkap tentara Israel.

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement