Jumat 07 Feb 2025 18:36 WIB

Nasib Penyandang Disabilitas di Korut Alami Diskriminasi dan Terpinggirkan

Di bawah rezim Kim Jong-un, situasi bagi para penyandang disabilitas semakin memburuk.

Rep: Erik PP/ Red: Partner
.
Foto: network /Erik PP
.

Warga bekerja di ladang yang rusak akibat banjir di Kabupaten Songchon, Korea Utara. Sumber:AP/David Guttenfelder
Warga bekerja di ladang yang rusak akibat banjir di Kabupaten Songchon, Korea Utara. Sumber:AP/David Guttenfelder

Oleh Chung Eui-sung*

Orang-orang penyandang disabilitas di Korea Utara (Korut) telah lama terpinggirkan, dipandang tidak penting karena ketidakmampuan mereka untuk berkontribusi pada pembangunan sosialis melalui kerja keras. Selama tahun 1970-an dan 1980-an, orang-orang bertubuh pendek sering dikirim ke daerah pegunungan terpencil atau fasilitas pulau terpencil, karena dianggap merugikan keindahan budaya perkotaan.

Pada tahun 1990-an, ketika masyarakat internasional semakin mengkritik catatan hak asasi manusia Korut, rezim tersebut mulai memperhatikannya. Pada tahun 2003, Korut memberlakukan "Undang-Undang tentang Perlindungan Penyandang Disabilitas." Namun, undang-undang tersebut hanya menguraikan prinsip-prinsip umum, seperti memperlakukan penyandang disabilitas dengan baik dan tanpa diskriminasi, dan gagal membawa perubahan nyata apa pun dalam hidup mereka.

Di bawah rezim Kim Jong-un, situasi bagi para penyandang disabilitas semakin memburuk. Ketika bayi baru lahir dengan disabilitas lahir, keluarga sering menganggap anak tersebut sebagai pertanda kemalangan. Dalam banyak kasus, dokter menyarankan aborsi atau pembunuhan bayi kepada sang ibu.

Mereka yang selamat dari masa bayi sering menghadapi perundungan dan diskriminasi di sekolah, dikucilkan oleh teman sebayanya, atau diabaikan oleh guru. Tantangan-tantangan ini sangat memengaruhi prestasi akademis dan harga diri mereka, sering kali mendorong mereka untuk meninggalkan pendidikan dan mencari nafkah sebagai gantinya.

Bahkan setelah menamatkan sekolah, para penyandang disabilitas berjuang untuk berintegrasi ke dalam masyarakat. Korut sangat menghargai kerja fisik, sehingga hampir mustahil bagi individu penyandang disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Pilihan mereka biasanya terbatas pada pekerjaan bergaji rendah di "tempat kerja buruh ringan" yang diperuntukkan bagi para penyandang disabilitas, seperti bengkel sepatu atau jasa perbaikan jam, yang hampir tidak memberikan penghasilan yang cukup untuk bertahan hidup.

Pernikahan menimbulkan tantangan penting lainnya. Pandangan tradisional tentang pernikahan masih kuat di Korut, sehingga sulit bagi penyandang disabilitas untuk memulai keluarga. Bahkan jika mereka berhasil menikah dan memiliki anak tanpa disabilitas, anak-anak ini sering menghadapi diskriminasi sosial karena orang tua mereka, yang menyebabkan perundungan dan pengucilan di sekolah.

Seluruh keluarga menderita akibatnya. Diskriminasi juga bervariasi menurut jenis disabilitas. Misalnya, individu dengan disabilitas intelektual atau mental menghadapi tantangan yang sangat berat.

Dikenal sebagai "Kelas 49" di Korut, individu-individu ini diawasi ketat oleh badan-badan negara seperti Kementerian Keamanan Negara, karena mereka dicap sebagai "elemen subversif dan berbahaya" yang potensial. Mereka yang menyatakan ketidakpuasan terhadap masyarakat atau mengkritik Pemimpin Tertinggi dapat dikirim ke kamp penjara politik atau bahkan dieksekusi.

Meskipun Undang-Undang tentang Perlindungan Penyandang Disabilitas tahun 2003 telah diberlakukan, aturan tersebut hanya berdampak kecil dalam meningkatkan kehidupan penyandang disabilitas. Amandemen yang dibuat pada 2013 di bawah tekanan internasional dan pemberlakuan Undang-Undang tentang Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas tahun 2023 dipuji oleh pemerintah Korut sebagai pencapaian dalam Tinjauan Berkala Universal (UPR) keempatnya.

Namun, langkah-langkah tersebut sebagian besar masih bersifat simbolis. Langkah-langkah itu tidak memiliki kebijakan konkret untuk mempromosikan kesempatan yang sama atau mengubah persepsi masyarakat. Penyandang disabilitas Korut terus menderita diskriminasi dan pengucilan sosial, dan masih belum pasti apakah mereka akan pernah mencapai hak-hak yang berarti.

Perubahan sejati tidak hanya membutuhkan undang-undang dan kebijakan, tetapi juga perhatian dan keterlibatan semua anggota masyarakat. Rezim Korut harus mengakui kenyataan ini. Hingga Korut menghormati hak-hak penyandang disabilitas dan menghapus diskriminasi, masyarakat internasional, PBB, dan organisasi hak asasi manusia harus terus melakukan advokasi.

* Penulis adalah pembelot Korut sekaligus Direktur World Institute for North Korea Studies

sumber : https://seputarmiliter.id/posts/508285/nasib-penyandang-disabilitas-di-korut-alami-diskriminasi-dan-terpinggirkan
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement