REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kelompok pejuang Palestina, Hamas, menyebut penarikan pasukan Israel dari Koridor Netzarim di Gaza tengah sebagai indikasi kegagalan tujuan perang Israel.
"Kembalinya para pengungsi, pertukaran tahanan yang terus berlangsung, dan penarikan dari Netzarim semuanya membongkar kebohongan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang mengklaim telah mencapai kemenangan penuh atas rakyat kami," kata juru bicara Hamas, Abdul Latif al-Qanou, dalam sebuah pernyataan, Ahad (9/2/2025).
"Setiap upaya pasukan pendudukan untuk memaksakan kontrol militer atas Gaza dan membaginya telah gagal di hadapan keberanian perlawanan dan keteguhan rakyat kami," tambahnya.
Juru bicara Hamas itu juga mengatakan Presiden AS Donald Trump akan gagal mencapai tujuannya di Gaza melalui kesepakatan real estat dan perantara, sebagaimana Israel telah gagal melalui 15 bulan kelaparan, genosida, dan kehancuran sistematis.
Sebelumnya pada 4 Februari, Trump mengatakan Washington akan mengambil alih Gaza dan memukimkan kembali warga Palestina ke tempat lain. Trump merencanakan pembangunan kembali yang luar biasa, yang diklaimnya dapat mengubah Gaza menjadi Riviera di Timur Tengah.
Usulan itu mendapat kecaman luas dari warga Palestina, negara-negara Arab, dan banyak negara lain di seluruh dunia, termasuk Kanada, Prancis, Jerman, dan Inggris.
"Gaza akan tetap menjadi tanah yang bebas, dibela oleh rakyatnya dan para pejuang perlawanan, serta akan tetap tertutup bagi para penjajah dan pendudukan asing," kata Qanou.
Sebagaimana diwartakan, tentara Israel menarik pasukannya dari Koridor Netzarim, yang memisahkan Gaza utara dari selatan, pada Ahad setelah lebih dari satu tahun tiga bulan pendudukan.
Kesepakatan gencatan senjata mulai berlaku pada 19 Januari di Gaza, menghentikan perang Israel yang telah menewaskan hampir 48.200 warga Palestina. Sebagian besar di antaranya adalah wanita dan anak-anak, serta membuat daerah kantong Palestina tersebut dalam kondisi luluh lantak.