Senin 10 Feb 2025 20:53 WIB

Kejagung Buka Penyidikan Baru Dugaan Korupsi Ekspor-Impor Minyak Mentah

Sebanyak 70-an orang saksi sudah diperiksa terkait kasus tersebut.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Joko Sadewo
Ilustrasi kilang minyak.
Foto: dok freepik
Ilustrasi kilang minyak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka penyidikan baru terkait pengusutan dugaan korupsi terkait ekspor-impor minyak mentah oleh PT Pertamina sepanjang 2018-2023. Dari proses penyidikan tersebut, pada Senin (10/2/2025) tim dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) melakukan penggeledahan di Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). 

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum), Kejagung Harli Siregar mengatakan sebanyak 70-an orang saksi sudah diperiksa terkait kasus tersebut, termasuk satu ahli terkait keungan negara. “Bahwa penyidik saat ini sudah mengumpulkan bukti-bukti berupa keterangan saksi-saksi,” kata Harli di Kejagung, Jakarta, Senin (10/2/2025). 

Harli menerangkan kasus dugaan korupsi ekspor-impor minyak mentah tersebut melibatkan PT Pertamina, subholding Kontraktor Kontrak Kerja-sama (KKKS) Minyak dan Gas, serta Kementerian ESDM.

Kasus posisi

Harli menjelaskan, proses pengusutan kasus ini masih dalam tahap penyidikan umum. Kata dia, awal mula kasus ini berdasarkan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam ekspor-impor minyak mentah. Dikatakan pada 2018, Menteri ESDM menerbitkan Peraturan Menteri ESDM 42/2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan di Dalam Negeri. Tujuan dari peraturan menteri itu, dengan mewajibkan PT Pertamina mencari minyak produksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

“Dan Kontraktor-kontraktor kontrak kerja sama atau KKKS swasta diwajibkan untuk menawarkan minyak bagian KKKS swasta kepada PT Pertamina,” kata Harli. 

Dikatakan, jika penawaran tersebut ditolak oleh PT Pertamina, maka penolakan tersebut menjadi dasar untuk penerbitan rekomendasi ekspor minyak mentah. Atau sebagai salah-satu syarat dalam persetujuan ekspor minyak mentah. 

Dalam pelaksanaannya, kata Harli, KKKS swasta, dan Pertamina dalam hal ini ISC atau PT KPI menghindari kesepakatan pada waktu penawaran yang dilakukan dengan berbagai cara. “Dan mulai dari situlah adanya unsur perbuatan melawan hukum,” ujar Harli. 

“Bahwa minyak mentah dan kondensat bagian negara atau MMKBN yang dilakukan ekspor dengan alasan Covid-19 karena terjadi pengurangan kapasitas intek produksi pada kilang. Namun pada waktu yang sama, PT Pertamina malah melakukan impor minyak mentah untuk memenuhi intek produksi kilang,” ujar Harli. 

Menurut penyidik, dikatakan Harli, perbuatan penjualan MMKBN tersebut mengakibatkan kerugian negara. “Bahwa minyak mentah yang dapat diolah pada kilang harus digantikan dengan minyak mentah impor yang merupakan kebiasaan PT Pertamina yang tidak dapat lepas dari impor minyak mentah,” ujar Harli.

Akan tetapi, kata Harli, nilai kerugian negara terkait hal tersebut masih dalam penghitungan. “Karena saat ini masih dalam penyidikan umum,” uajr Harli. 

Namun begitu, kata Harli, proses penyidikan sementara ini terus berjalan untuk mengumpulkan bukti-bukti. Pada Senin (10/2/2025) proses penyidikan pun mulai melakukan penggeledahan di tiga ruang kerja petinggi di Kementerian ESDM. Lima dus dokumen, dan 15 sarana telekomunikasi genggam, serta barang-barang bukti elektronik, disita dari penggeledahan tersebut.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement