Senin 10 Feb 2025 21:14 WIB

Kepada Dedi Mulyadi, BPN Ceritakan Sejarah Laut Subang yang Viral karena Bersertifikat

BPN melakukan peninjauan lapangan kembali terkait dengan prosedur eksisiting tanah

Rep: Ferry Bangkit Rizki / Red: Arie Lukihardianti
Kepala Kantor Pertanahan Subang Hermawan dan Kang Dedi Mulyadi
Foto: Tangkapan Layar
Kepala Kantor Pertanahan Subang Hermawan dan Kang Dedi Mulyadi

REPUBLIKA.CO.ID, SUBANG--Gubernur Jawa Barat (Jabar) Terpilih Dedi Mulyadi mengundang Kantor Pertanahan Kabupaten Subang ke Lembur Pakuan untuk membahas sertifikat laut di wilayah Legokluhun hingga Patimban. Laut di wilayah itu menjadi buah bibir karena ada ratusan Sertifikat Hak Milik (SHM).

Pertemuan BPN Subang dengan Dedi Mulyadi itu diunggah dalam kanal YouTube, dikutip Republika, Senin (10/2/2025). Dedi Mulyadi pun meminta penjelasan lengkap terkait objek laut yang bersertifikat itu kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Subang. "Yang di Subang ini lebih ngeri, hak milik. Itu sejarahnya gimana? Tanya Dedi Mulyadi kepada BPN Subang.

Baca Juga

Kepala Kantor Pertanahan Subang Hermawan mengatakan, di empat bulan awal memimpin Kantor Pertahanan di Subang dirinya sudah meneliti dokumen-dokumen yang berkaitan dengan perairan di Subang yang sebelumnya menjadi hak milik perorangan.

"Saya mempelajari dalam waktu empat bulan ini, saya coba flashback ke belakang dokumen-dokumen yang sudah diterbitkan. Jadi kami punya peta dari 1942 dari zaman Belanda dulu Patimban itu garis pantainya rata, tapi berdasarkan time series peta itu ada sedimentasi-sedimentasi sehingga muncul tanah timbul. Jadi yang tahun 1942 garis pantainya lurus berganti tahun jadi seperti gurun," papar Hermawan.

Kemudian tahun 2021 kawasan itu ditetapkan sebagai tanah timbul yang diikuti dengan keputusan rekomendasi pemanfaatnya. Kawasan perairan yang timbul mirip gurun itu dilakukan redistribusi, yakni program pemerintah untuk membagikan tanah negara kepada masyarakat.

"Ini sebagai lokasi redistribusi tanah, makannya diterbitkan sertifikat hak milik dari tanah objek reforma agraria untuk masyarakat Patimban. Luasannya bervariasi sesuai dengan garapannya, maksimal 2 hektare. Sejauh sepengtahuan kami tidak ada penjualan, karena tahun berikutnya ada laporan dari masyarakat bahwa ada mafia tanah dan sebagainya," papar Hermawan.

Kemudian, BPN melakukan peninjauan lapangan kembali terkait dengan prosedur eksisiting tanah di lapangan. "Ternyata terjadi abrasi di lapangan antara 2021 dengan 2022 ini ada abrasi. Berubah jadi laut lagi karena ada abrasi dugaannya," kata dia.

Kondisi itu kemudian dilaporkan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) hingga akhirnya tahun 2023 dilakukan pemblokiran terhadap sertifikat kepemilikan di perairan Subang itu. Kini semua sertifikatnya sudah dibatalkan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement