Selasa 11 Feb 2025 20:58 WIB

Eks Pejabat Pentagon Akui Hamas tak Dapat Dihancurkan

Hamas adalah kelompok perlawanan terkuat di Gaza Palestina

Pejuang Hamas mengawal kendaraan Palang Merah untuk mengumpulkan sandera Israel yang dibebaskan di Kota Gaza Ahad , 19 Januari 2025.
Foto: AP Photo/Abed Hajjar
Pejuang Hamas mengawal kendaraan Palang Merah untuk mengumpulkan sandera Israel yang dibebaskan di Kota Gaza Ahad , 19 Januari 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, DOHA — Mantan penasihat Timur Tengah di Departemen Pertahanan Amerika Serikat, Jasmine El-Gamal mengatakan Hamas sebagai sebuah organisasi, sebagai sebuah ideologi, tidak dapat dihancurkan secara militer

Dalam sebuah wawancara dengan CNN, El-Jamal menambahkan bahwa tampaknya Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghindari diskusi tentang kesediaan Israel untuk masuk ke dalam - masuk ke dalam negosiasi dengan itikad baik mengenai tahap dua.

Baca Juga

"Tahap kedua adalah di mana Israel harus membuat konsesi yang sangat signifikan yang benar-benar bertentangan dengan apa yang diinginkan oleh mitra koalisi ekstremis sayap kanan Netanyahu, yaitu penarikan pasukan Israel dari Gaza dan komitmen untuk mengakhiri perang secara permanen," kata dia dikutip Republika.co.id, Rabu (11/2/2025).

Netanyahu baru-baru ini mengatakan, “Presiden Amerika Serikat Trump sepenuhnya setuju dengan saya: Kami akan melakukan segalanya untuk mengembalikan semua sandera, tetapi Hamas tidak akan berada di sana," seraya menambahkan, "Kami akan menghabisi Hamas, dan kami akan mengembalikan para sandera. Ini adalah arahan yang saya berikan kepada delegasi - sampaikan hal ini kepada para mediator dan tuntutlah."

Bahkan Hmas dilaporkan telah merekrut antara 10 ribu hingga 15 ribu pejuang sejak dimulainya perang di Jalur Gaza, yang mengindikasikan bahwa kelompok ini akan terus menjadi ancaman bagi Israel, menurut dua sumber di Kongres Amerika Serikat yang mengetahui informasi intelijen Amerika Serikat.

Informasi intelijen tersebut mengindikasikan bahwa jumlah pejuang Hamas yang sama telah terbunuh sejak dimulainya perang, yang merupakan pertama kalinya perkiraan resmi semacam itu dirilis.

Dua sumber yang mengetahui informasi intelijen tersebut, yang termasuk dalam serangkaian informasi terbaru yang diberikan oleh badan-badan intelijen Amerika Serikat dalam beberapa pekan terakhir kepada pemerintahan mantan Presiden Joe Biden, menambahkan bahwa meskipun Hamas telah berhasil merekrut anggota baru, sebagian besar dari mereka adalah para pemuda yang tidak terlatih dan hanya menjalankan tugas-tugas keamanan sederhana.

Dikutip dari Aljazeera, Ahad (25/1/2025), Kantor Direktur Intelijen Nasional Amerika Serikat menolak berkomentar menyikapi kabar tersebut.

Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mengatakan pada tanggal 14 Januari bahwa Amerika Serikat percaya jumlah yang telah direkrut Hamas kurang lebih sama dengan jumlah yang hilang di Gaza, dan memperingatkan bahwa hal itu merupakan "indikasi berlanjutnya pemberontakan dan peperangan".

Blinken tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai penilaian tersebut, namun data Israel menyebutkan bahwa jumlah total kematian militan di Gaza mencapai sekitar 20 ribu orang.

BACA JUGA: Perburuan Tentara Israel di Brasil dan Runtuhnya Kekebalan Negara Zionis

Hari Ahad (12/1/2025) lalu, kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel mulai berlaku setelah konflik selama 15 bulan, dan pada tahap pertama, tahap kedua dan kemudian tahap ketiga sedang dinegosiasikan, yang dimediasi oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat.

The New York Times mengatakan pada Kamis (16/1/2025) bahwa hari pertama gencatan senjata di Gaza menegaskan bahwa Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) masih menguasai wilayah tersebut, terlepas dari kerugian yang dideritanya selama 15 bulan perang.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement