Rabu 12 Feb 2025 15:40 WIB

Akademisi Sarankan Pemisahan Pemilu Serentak Level Nasional dan Lokal

Buku 'Sistem Pemilu Indonesia' berdasar hasil riset lapangan 2019-2024.

Pemilu. (ilustrasi)
Foto: Republika/mgrol100
Pemilu. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga orang akademisi yang juga kader Muhammadiyah baru-baru ini meluncurkan buku tentang kajian atas pemilihan umum (pemilu) di Tanah Air periode 2019-2024. Karya kolaboratif Ridho Al Hamdi, Tanto Lailam, dan Syakir Ridho Wijaya ini berjudul Sistem Pemilu Indonesia: Desain Keserentakan Pemilu, Perwakilan Berimbang, dan Ambang Batas di Indonesia.

Dalam buku tersebut, ketiganya memaparkan hasil riset lapangan (empirical research) dengan melibatkan banyak pihak yang tersebar di Aceh, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua. Pertimbangan pemilihan lokasi tersebut didasarkan antara lain pada banyaknya kasus pelanggaran dan kecurangan pemilu, politik uang, serta kematian penyelenggara pemilu.

Baca Juga

Para penulis buku ini menawarkan model keserentakan pemilu yang dipisahkan ke dalam Pemilu Serentak Nasional (PSN) dan Pemilu Serentak Lokal (PSL). Adapun jeda waktu di antara keduanya sekira dua setengah tahun.

"Rentang waktu ini adalah bagian dari tata kelola pemilu agar tetap mengaktifkan peran penyelenggara pemilu, partai politik, dan pemilih dalam mempersiapkan segala aspeknya," demikian pernyataan mereka yang diterima Republika, Rabu (12/2/2025).

Model ini menyarankan bahwa dalam hal PSN, pemilihan legislatif (pileg) lebih didahulukan dan diikuti beberapa bulan kemudian oleh pemilihan presiden (pilpres) RI. Karena itu, syarat ambang batas presiden (presidential threshold) didasarkan pada pileg pada tahun yang sama, bukan hasil pileg periode sebelumnya.

"Karena itu, revisi Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 adalah sebuah keharusan dengan memasukkan rezim pilkada menjadi bagian dari rezim pemilu. UU Pilkada dilebur ke dalam UU Pemilu sehingga menjadi satu kesatuan," demikian mereka.

Para penulis buku ini pun mengimbau lembaga legislatif dan eksekutif agar sama-sama memiliki kemauan politik (political will) dalam merevisi UU Nomor 7/2017. Proses itu pun hendaknya tetap mendengarkan aspirasi rakyat.

photo
BAGAN Desain pemilu serentak - (dok ist)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement