REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Serikat Pekerja Fisipol (SPF) Universitas Gadjah Mada (UGM) berlokasi di Balairung UGM, Rabu (12/2/2025) mengadakan aksi solidaritas memanggil para buruh kampus untuk menuntut Tunjangan Kinerja (Tukin) dosen ASN yang tak kunjung dibayarkan sejak 2020. Menurut mereka, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemdiktisaintek) harus membayar tukin seluruh dosen ASN tanpa pengecualian. Sesuai Perpres 136/2018, Permendikbud 49/2020, dan Kepmendikbudristek 447/P/2024.
Serikat ini terdiri dari pekerja kampus mulai dosen ASN, dosen tetap non-ASN, tenaga kependidikan, maupun pekerja kampus berstatus kontrak dan honorer yang merasa tertindas oleh kebijakan yang tidak adil. Mereka menuntut dan mendesak Kemdiktisaintek untuk mencairkan Tukin untuk semua dosen ASN tanpa diskriminasi termasuk dosen Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH). Langkah tersebut memberikan awal yang baik sebagai wujud penghormatan terhadap prinsip kesetaraan dan keadilan bagi seluruh ASN.
Mereka pun meminta untuk menerbitkan aturan yang menjamin akses masyarakat atas pendidikan penuh dan pemenuhan hak pekerja sebagai tanggung jawab pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Mereka mengharapkan adanya solidaritas dari para civitas akademika di seluruh Indonesia dari berbagai institusi untuk terus melakukan aksi dan berkelanjutan dalam menuntut pencarian Tukin.
“Dari median gaji pokok dosen se-Asia Tenggara, kami punya angka paling rendah yaitu 4,3. Bayar Tukin sekarang," ungkap Ulya Niami, salah satu dosen Fisipol UGM, dalam orasinya, Rabu siang.
Aksi hari ini banyak diikuti oleh mahasiswa dan dosen dari beberapa fakultas di UGM dan beberapa dosen dari universitas lain seperti Universitas Tidar Malang, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, dan perwakilan Asosiasi Dosen Kemendiktisaintek Seluruh Indonesia (Adaksi).
“Kami memposisikan diri memberikan solidaritas kepada isu Tukin dosen ASN yang belum cair sekarang. Kami merasa hal itu termasuk diskriminasi kepada dosen ASN," ungkap Suci Lestari.
Ia pun mengajak para civitas akademika yang lain untuk menyuarakan isu ini agar semakin banyak yang mendengar ketidakadilan dan supaya pemerintah mendengar dan merespons hal ini.