Jumat 14 Feb 2025 19:51 WIB

Terungkap Detail Rencana Mesir untuk Gaza demi Melawan Rencana Donald Trump

Rencana Mesir merekonstruksi Gaza tanpa harus merelokasi warga Palestina.

Rep: Andri/ Red: Andri Saubani
Warga Palestina membawa barang-barang yang dimilikinya pulang kembali menuju rumah mereka di Jalur Gaza Utara, Senin (27/1/2025). Ribuan warga Palestina untuk pertama kalinya kembali ke rumah mereka di wilayah Gaza Utara yang sebelumnya ditutup oleh Israel.
Foto: AP Photo/Jehad Alshrafi
Warga Palestina membawa barang-barang yang dimilikinya pulang kembali menuju rumah mereka di Jalur Gaza Utara, Senin (27/1/2025). Ribuan warga Palestina untuk pertama kalinya kembali ke rumah mereka di wilayah Gaza Utara yang sebelumnya ditutup oleh Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Pemerintah Mesir sejak Selasa (11/2/2025) mengumumkan niat mereka untuk menyajikan rencana mereka terkait rekonstruksi Gaza setelah mengumumkan bahwa Presiden Abdel Fattah el-Sisi membatalkan kunjungannya ke Gedung Putih yang dijadwalkan untuk bertemu Presiden AS Donald Trump pada 18 Februari.

Kemudian pada Kamis (14/2/2025) beredar detail rencana Mesir terkait rekonstruksi Gaza yang disebut sebagai upaya mencegah rencana Trump yang ingin merelokasi 2 juta warga Palestina secara permanen. Dalam rencana itu, Mesir dilaporkan siap membangun kembali Gaza tanpa merelokasi warga Palestina atau mengusir keluar Hamas dari Gaza.

Baca Juga

"Rencana (Mesir) juga bertujuan untuk merevitalisasi ekonomi, membantu pemulihan Gaza dari kehancuran perang dan mengembalikan standar minimum kehidupan sebelum transisi ke fase rekonstruksi penuh," kata Duta Besar Mesir untuk PBB, Mohamed Hegazy, kepada media Mesir, Al-Ahram dilansir Newsmax, Kamis (13/2/2025).

Hegazy mengambarkan rencana rekonstruksi Mesir sebagai sebuah peluang untuk merangkul dukungan global dan mengamankan pendanaan dan material yang bisa segera diimplementasikan.

"Ini krusial untuk menyelematkan rakyat Gaza dari kehancuran dan membuka jalan kesuksesan dari tahap awal fase pemulihan, yang kemudian diikuti oleh rekonstruksi," kata Hegazy.

"Komunitas internasional tidak boleh mengecewakan mereka lagi dalam level kemanusiaan, seperti kegagalan yang terjadi di level politik," kata Hegazy melanjutkan.

Menurut laporan TV Al-Arabiya di Kairo, rencana rekonstruksi termasuk membangun unit perumahan dalam 18 bulan dan zona aman di Gaza untuk merelokasi warga selama enam bulan pertama. Rencana awal itu akan melibatkan 24 perusahaan rekonstruksi multinasional, termasuk dalam proses pembersihan puing-puing reruntuhan bangunan, dalam enam bulan.

Al-Arabiya juga melaporkan, bahwa Mesir akan menyelesaikan detail rencana rekonstruksi Gaza pada pekan depan sehingga bisa dipresentasikan di pertemuan darurat pemimpin Arab di Kairo pada 27 Februari 2025. Pertemuan itu rencananya juga akan diikuti oleh dewan Uni Eropa.

"Kairo mengonfirmasi bahwa beberapa negara Eropa sudah menyampaikan keinginan mereka untuk berpartisipasi dalam upaya merekonstruksi Gaza," kata laporan Al-Arabiya.

Menurut Hegazy, pertemuan tingkat tinggi di Kairo akan menyolidkan sebuah kerangka kerja yang mendukung eksistensi warga Palestina dan penolakan terhadap usulan relokasi paksa warga Palestina keluar dari Gaza.

"Usulan relokasi warga dari tanah mereka adalah sebuah kejahatan perang yang dilakukan secara terbuka, dan aksi ataupun pernyataan ke arah itu, secara prinsip harus dihukum," kata Hegazy.

Hegazy menegaskan, sikap di atas tidak hanya dianut oleh Mesir dan dunia Arab. Tetapi juga komunitas Arab termasuk negara-negara Eropa dan institusi global, yang mana mereka telah mengutuk usulan merelokasi warga Gaza sebagai sebuah pelanggaran hukum internasional dan resolusi PBB.

"Kemungkinan dari krisis bereskalasi ke poin yang mengancam dasar-dasar perdamaian kawasan adalah sebuah masalah serius."

sumber : Antara, Anadolu
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement