Jumat 14 Feb 2025 21:13 WIB

Bareskrim Polri Ungkap Modus Operandi di Kasus Pagar Laut Bekasi

Bareskrim telah memeriksan sejumlah saksi terkait penyelidikan pagar laut di Bekasi.

Sejumlah pekerja dari PT TRPN membongkar bambu menggunakan alat berat escavator di pesisir laut Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (11/2/2025). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan pembongkaran pagar laut sepanjang 3,3 Km dilakukan secara mandiri oleh PT TRPN  yang merupakan bagian dari tindak lanjut sanksi administratif atas pelanggaran pemanfaatan ruang laut dan reklamasi tanpa izin.
Foto: ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah
Sejumlah pekerja dari PT TRPN membongkar bambu menggunakan alat berat escavator di pesisir laut Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (11/2/2025). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan pembongkaran pagar laut sepanjang 3,3 Km dilakukan secara mandiri oleh PT TRPN yang merupakan bagian dari tindak lanjut sanksi administratif atas pelanggaran pemanfaatan ruang laut dan reklamasi tanpa izin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bareskrim Polri menyatakan data dan fakta bahwa modus operandi yang diduga digunakan pelaku di kasus pagar laut di perairan Bekasi adalah mengubah data 93 SHM. Modus operandi itu diketahui dari pemeriksaa sejumlah saksi, antara lain Kementerian ATR/BPN selaku pihak pelapor, ketua dan mantan anggota Panitia Ajudikasi Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), pejabat Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi, dan pegawai pada Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/BPN. 

“Diduga para pelaku mengubah data subjek atau nama pemegang hak dan mengubah data objek atau lokasi yang sebelumnya berada di darat, menjadi berlokasi di laut dengan jumlah yang lebih luas dari aslinya,” ujar Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro, Jumat (14/2/2025).

Baca Juga

Diubahnya data tersebut, kata dia, dilakukan setelah sertifikat asli atas nama pemegang hak yang sah, diubah menjadi nama pemegang hak baru yang tidak sah. Selain nama, terduga pelaku juga mengubah data luas tanah dan lokasi objek sertifikat. Perubahan luas tanah secara ilegal itu menyebabkan adanya pergeseran wilayah yang sebelumnya di darat, menjadi di laut.

“Jadi, sebelumnya sudah ada sertifikat. Kemudian, diubah dengan alasan revisi di mana dimasukkan, baik itu perubahan koordinat dan nama, sehingga ada pergeseran tempat dari yang tadinya di darat bergeser ke laut dengan luasan yang lebih luas,” terangnya.

Lebih lanjut, Djuhandhani mengatakan bahwa penyidik juga menemukan adanya unsur tindak pidana lain yang terjadi di Desa Huripjaya yang berlokasi tidak jauh dari Desa Segarajaya. Akan tetapi, ia tidak mengungkapkan tindak pidana yang dimaksud.

“Baru kemarin kami temukan. Saat ini tim sedang turun mengecek sejauh mana karena itu berkaitan, yang sementara kami praduga tak bersalah, itu terkait dengan PT Mega Agung Nusantara. Ini yang kemudian kami dalami,” ucapnya.

Ia juga menyebut bahwa proses penanganan dugaan tindak pidana di Desa Huripjaya akan berbeda dengan kasus di Desa Segarajaya. “Penyidik dalam waktu dekat juga akan menggelarkan untuk lebih lanjut apakah perkara ini bisa dilanjutkan ke penyelidikan atau tidak. Akan tetapi tentu saja ini juga akan lebih lanjut setelah data-data ataupun bahan penyelidikan kami terkumpul semua,” ucapnya. 

Diketahui, Dittipidum Bareskrim Polri tengah menyelidiki dugaan pemalsuan surat dan/atau pemalsuan akte otentik dan/atau penempatan keterangan palsu ke dalam akte otentik dalam 93 SHM di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada sekitar tahun 2022. Laporan tersebut diajukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dengan laporan polisi nomor LPB/64/2/2025 SPKT/BARESKRIM POLRI.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement