REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar sukuk ESG, termasuk sukuk hijau dan berkelanjutan, mencapai rekor dengan nilai outstanding lebih dari 50 miliar dolar AS (sekitar Rp 815 triliun) pada akhir 2024. Tiga negara terbesar dalam pasar ini adalah Malaysia, Indonesia, dan Arab Saudi, yang menguasai 67 persen dari total nilai global.
Sepanjang 2024, penerbitan sukuk ESG mencapai 15,2 miliar dolar AS (sekitar Rp 248,94 triliun), tumbuh 14,5 persen dibanding tahun sebelumnya. Meski pertumbuhannya lebih lambat, ini tetap menjadi rekor penerbitan selama delapan tahun berturut-turut sejak pasar sukuk ESG dimulai pada 2017.
Dari seluruh penerbitan obligasi ESG, sukuk ESG hanya menyumbang 1,8 persen. Namun, dalam total penerbitan sukuk, kontribusinya mencapai 6,2 persen.
Peningkatan penerbitan sukuk ESG pada 2024 terutama didorong oleh sektor keuangan. Menurut laporan LSEG, lembaga keuangan menyumbang 55 persen dari total penerbitan, dengan 93 persen berasal dari bank-bank di kawasan GCC (Gulf Cooperation Council).
Salah satu perkembangan terbesar adalah meningkatnya penerbitan sukuk berkelanjutan, termasuk sukuk terkait keberlanjutan dan sukuk sosial. Porsinya naik menjadi 69 persen dari total penerbitan sukuk ESG, dibandingkan dengan 42 persen pada 2023.
Penerbitan sukuk ESG dari negara-negara GCC menjadi faktor utama pertumbuhan pasar, dengan kontribusi 58 persen dari total penerbitan global pada 2024. Perluasan ke pasar baru, seperti Qatar dan Kuwait, semakin memperkuat tren ini, terutama setelah COP28 mendorong lebih banyak perusahaan GCC terlibat dalam sukuk ESG.
“Kami mengharapkan percepatan penerbitan ESG sukuk jika ada percepatan transisi iklim oleh penerbit GCC serta target energi terbarukan, ditambah insentif dari regulator untuk jalur penerbitan yang berkelanjutan,” kata Kepala Keuangan Islam S&P Global Ratings Mohamed Damak dikutip dari Zawya, Sabtu (15/2/2025).
Beberapa negara di kawasan GCC telah menyiapkan kerangka kerja untuk pembiayaan hijau dan berkelanjutan. Pada 2024, Oman, Qatar, dan Arab Saudi merilis panduan pembiayaan berkelanjutan untuk memastikan dana dari sukuk ESG digunakan pada proyek yang bermanfaat bagi sosial dan lingkungan, sehingga menarik minat investor global.
Dalam daftar 10 penerbit sukuk ESG terbesar tahun 2024, Pemerintah Indonesia menempati peringkat pertama dengan penerbitan sebesar 3,526 miliar dolar AS atau sekitar Rp 57,5 triliun. Di posisi berikutnya, Al Rajhi Bank dari Arab Saudi menerbitkan 2,260 miliar dolar AS (Rp 36,9 triliun), disusul Dubai Islamic Bank dan Qatar International Islamic Bank yang masing-masing menerbitkan 1 miliar dolar AS (Rp 16,3 triliun).
Permintaan terhadap instrumen keuangan berkelanjutan terus meningkat. Pasar sukuk ESG diperkirakan akan terus berkembang dalam beberapa tahun ke depan.