REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa China merupakan negara penyumbang defisit perdagangan barang terdalam pada Januari 2025. Sementara itu, surplus neraca perdagangan terbesar terjadi dengan Amerika Serikat (AS).
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menerangkan, pada Januari 2025, Indonesia mengalami defisit perdagangan dengan beberapa negara mitra. Yang terbesar adalah dengan China.
“Untuk defisit perdagangan antara lain dengan China 1,77 miliar dolar AS, Australia 0,19 miliar dolar AS, dan dengan Ekuador 0,13 miliar dolar AS,” ungkap Amalia dalam konferensi pers di Gedung BPS, Jakarta, Senin (17/2/2025).
Amalia menjelaskan, defisit dengan China terutama disumbang oleh komoditas mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS 84), mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS 85), serta komoditas plastik dan barang dari plastik (HS 39).
Kemudian dengan Austalia, defisit terjadi karena utamanya komoditas serealia (HS 10), logam mulia dan perhiasan (HS 71), dan bahan bakar mineral (HS 27). Adapun dengan Ekuador, defisit disumbang komoditas kakao dan olahannya (HS 18), tembakau dan rokok (HS 24), serta bijih logam terak dan abu (HS 26).
BPS juga mencatatkan pada Januari 2025 terjadi surplus perdagangan dengan beberapa negara. Tiga negara terbesar diantaranya adalah AS, India, dan Filipina.
“Surplus perdagangan barang dengan AS sebesar 1,58 miliar dolar AS, dengan India 0,77 miliar dolar AS, dan dengan Filipina mencapai 0,73 miliar dolar AS,” jelasnya.
Amalia menuturkan, komoditas penyumbang surplus terbesar pada Januari 2025 dengan AS didorong oleh mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS 85), pakaian dan aksesoris rajutan (HS 61), dan alas kaki (HS 64).
Adapun dengan India, Indonesia mengalami surplus terutama komoditas bahan bakar mineral (HS 27), bahan kimia anorganik (HS 28), dan lemak dan minyak hewan/ nabati (HS 15). Sedangkan dengan Filipina, Indonesia mengalami surplus terutama oleh komoditas kendaraan dan bagiannya (HS 87), bahan bakar mineral (HS 27), serta lemak dan minyak nabati (HS 15).
Diketahui, BPS menyatakan neraca perdagangan pada Januari 2025 mengalami surplus 3,45 miliar dolar AS. Tercatat, nilai ekspor Indonesia mencapai 21,45 miliar dolar AS, turun secara bulanan 8,56 persen, namun mengalami kenaikan secara tahunan 4,68 persen.
Sedangkan nilai impor mencapai 18 miliar dolar AS. Secara bulanan, angak impor tersebut mengalami penurunan 15,18 persen dibandingkan Desember 2024 atau turun 2,67 persen dibandingkan Januari 2024.
“Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus selama 57 bulan berturut-turut sejak Mei 2020,” ungkap Amalia.