REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) tak mempersoalkan upaya hukum kasasi yang akan ditempuh oleh terdakwa Harvey Moeis dalam kasus korupsi dan TPPU penambangan ilegal timah di lokasi IUP PT Timah. Harvey tidak terima hukuman diperberat dari 6,5 tahun menjadi 20 tahun di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan, setiap terdakwa memiliki hak menempuh upaya hukum atas vonis dan hukuman yang ditimpakan oleh majelis hakim. "Kita menghormati upaya hukum tersebut. Karena memang itu (kasasi) adalah hak dari yang bersangkutan sebagai terdakwa," ujar Harli di Jakarta, Senin (17/2/2025).
Kasasi yang bakal diajukan oleh Harvey, merupakan upaya hukum biasa yang terakhir sebelum vonis dinyatakan inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Upaya hukum yang diajukan Harvey tersebut dimaksudkan untuk melawan putusan banding yang dikeluarkan PT DKI Jakarta.
Pekan lalu, PT DKI Jakarta memperberat hukuman terhadap Harvey dengan mengubah putusan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta. PN Tipikor sebelumnya menyatakan Harvey terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan TPPU terkait penambangan ilegal bijih timah di lokasi IUP PT Timah di Bangka Belitung.
Kasus tersebut dinyatakan terbukti merugikan negara Rp 300 triliun. Di peradilan tingkat pertama, Harvey cuma diganjar hukuman 6,5 tahun penjara dan pidana mengganti kerugian negara Rp 210 miliar. Namun di tingkat banding, majelis hakim tinggi memperberat hukuman tersebut menjadi 20 tahun penjara.
Hakim banding pun memperberat pidana pengganti kerugian negara terhadap Harvey sebesar Rp 410 miliar subisder 10 tahun penjara. Putusan banding tersebut belum inkrah. Pasalnya, Harvey dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Namun demikian, jaksa penuntut umum (JPU) masih memiliki hak untuk meladeni perlawanan hukum ajuan Harvey tersebut. Harli menerangkan, jika Harvey mengajukan kasasi, Kejagung pun memiliki hak serupa dengan mengajukan memori kontra kasasi ke MA.