REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno menyampaikan akses transportasi yang memadai menjadi faktor penting dalam mewujudkan program swasembada pangan, pengentasan kemiskinan, dan pendidikan. Djoko menyebut keberpihakan terhadap sektor transportasi masih jauh dari harapan.
"Kemiskinan tidak akan beranjak selama akses transportasi tidak memadai. Apapun bentuk program yang diberikan kepada warga miskin, jika memang serius mengentaskan kemiskinan, terlebih dahulu perbaiki akses transportasi,” ujar Djoko dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (18/2/2025).
Djoko menyoroti hampir semua kepala daerah menjanjikan pengentasan kemiskinan, tetapi belum banyak yang terwujud karena akar masalahnya tidak pernah dibereskan. Djoko menilai keterbatasan akses transportasi memperparah kondisi masyarakat miskin, menyebabkan keterisolasian, hambatan dalam pendidikan, serta menghambat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.
"Kunci mobilitas untuk mengakses peluang yang lebih baik adalah transportasi. Karena itu, subsidi transportasi umum adalah keharusan, bukan pilihan. Tanpanya, masyarakat miskin dan penyandang disabilitas akan semakin terpinggirkan,” sambung Djoko.
Di sejumlah wilayah di Jawa Tengah, Djoko menyebutkan banyak anak putus sekolah karena angkutan umum tidak tersedia di daerah mereka. Hal ini berdampak pada peningkatan jumlah pernikahan anak dan kelahiran bayi stunting.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Sosial menunjukkan keterbatasan akses transportasi merupakan salah satu aspek yang menentukan kemiskinan. Djoko mengungkapkan daerah miskin umumnya memiliki akses transportasi yang buruk. Jalan kota/kabupaten yang tidak mantap (rusak) tercatat sebesar 38 persen berdasarkan data IRMS Semester II 2022 dan Data Pusat Fasilitasi Infrastruktur Daerah pada 2020.
Berdasarkan SK Menteri PUPR No. 1688/KPTS/M/2022, panjang jalan di Indonesia mencapai 529.132,19 km. Dari total tersebut, jalan nasional sepanjang 47.603,39 km memiliki kondisi mantap 91,08 persen, sedangkan jalan provinsi sepanjang 47.874,4 km memiliki kondisi mantap 90,94 persen. Untuk jalan kota/kabupaten sepanjang 433.654,4 km, kondisi mantap hanya 62 persen, sementara 38 persen lainnya masih dalam kondisi tidak mantap.
Sebagai upaya perbaikan, sejak 2023 pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2023 tentang Percepatan Peningkatan Konektivitas Jalan Daerah. Djoko mengatakan anggaran Inpres Jalan Daerah (IJD) tahun 2023 mencapai Rp14,6 triliun untuk penanganan 2.873 km jalan daerah di seluruh Indonesia.
"Pada 2024, anggaran meningkat menjadi sekitar Rp 15 triliun untuk perbaikan 2.900 km jalan di daerah. Namun, pada 2025, program Inpres Jalan Daerah belum dianggarkan kembali," sambung Djoko.
Djoko menekankan jaringan jalan yang semakin baik akan memperlancar mobilitas barang dan penumpang. Djoko juga menyebutkan program angkutan tol laut seharusnya tidak hanya dinikmati oleh daerah yang disinggahi kapal tol laut, tetapi juga dapat dimanfaatkan hingga daerah pedalaman melalui subsidi angkutan barang.
"Begitu pula dengan angkutan bus perintis, yang perlu ditingkatkan jumlah rutenya," ucap Djoko.
Djoko menyampaikan hanya terdapat satu trayek bus perintis di Jawa Tengah yakni Teluk Penyu – Kemit – Nusa Ungu sejauh 110 km di Kabupaten Cilacap. Djoko menyarankan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengusulkan beberapa trayek tambahan, seperti Waduk Kedung Ombo – Boyolali – Surakarta, Ungaran – Bandungan – Sumowono - Kaloran – Temanggung, serta Randugunting – Pati.
“Adanya Inpres Jalan Daerah yang pernah dikucurkan ke daerah, termasuk di Jawa Tengah, turut membantu menuntaskan jalan rusak di daerah. Namun, jika program ini tidak dilanjutkan pada 2025, maka perbaikan akses transportasi bisa terhambat dan dampaknya akan dirasakan langsung masyarakat," kata Djoko.