REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN- Penasihat Budaya Hamas Syekh Hussein Qassem menegaskan bahwa rencana pemindahan warga Palestina bukanlah isu baru, melainkan skema lama, dengan konspirasi di Palestina yang sudah ada sejak masa penjajahan Inggris pada 1917.
Donald Trump menggunakan kehancuran yang disebabkan oleh serangan Zionis di Jalur Gaza sebagai dalih untuk menyerukan evakuasi total Gaza, mengusulkan migrasi paksa penduduknya ke negara-negara Arab tetangga seperti Mesir dan Yordania sambil mengadvokasi kontrol AS atas jalur sepanjang 365 kilometer tersebut.
Presiden AS mengklaim bahwa tujuan dari rencana ini adalah untuk memastikan keamanan dan kesejahteraan warga Palestina, jauh dari kekerasan dan kerusuhan, dan Mesir serta Yordania harus menerima usulan Amerika ini.
Namun, klaim Trump untuk mencari keamanan dan perdamaian bagi warga Palestina bertentangan dengan fakta bahwa ia telah memainkan peran utama dalam genosida rakyat Palestina, dan rezim Zionis telah dipersenjatai dengan senjata paling mematikan oleh Amerika Serikat untuk melakukan pembantaian di Gaza.
Pernyataan Trump telah menghadapi penolakan luas dari berbagai negara, terutama Mesir dan Yordania, sementara Palestina mengutuk proposal tersebut sebagai rencana berbahaya dan ajakan untuk melakukan pembersihan etnis.
Khususnya, menggambar ulang peta kawasan sesuai dengan visi Amerika dan mencaplok Gaza menjadi wilayah pendudukan Zionis adalah salah satu tujuan utama Trump.
Gerakan Perlawanan Islam Hamas, Inggris, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Raja Yordania, mantan kepala intelijen Arab Saudi, China, kepala Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, dan pengkhotbah Masjid Al Aqsa, semuanya bereaksi terhadap usulan Trump untuk pemindahan paksa warga Gaza, dan menolaknya mentah-mentah.
Pernyataan-pernyataan ini dipandang sebagai langkah berbahaya yang bertujuan untuk memperluas wilayah penjajah Zionis, yang merugikan negara-negara Islam dan pemindahan paksa penduduk Gaza.
Baru-baru ini, sebuah delegasi Hamas yang dipimpin oleh Muhammed Ismail Darwish, Kepala Dewan gerakan, mengunjungi Iran dan bertemu dengan para pejabat Iran. Dalam kunjungan ini, Syekh Hussein Qassem menjelaskan tentang rencana pemindahan paksa dan peran Republik Islam Iran dalam mendukung Palestina.
Konspirasi di Palestina dimulai sejak pendudukan Inggris pada 1917 dan terus berlanjut hingga hari ini. Proyek untuk menggusur warga Palestina dimulai setelah 1948 dan berlanjut pada 1956, dengan menargetkan warga Palestina yang tersisa, katanya.
"Rakyat Palestina adalah bangsa yang tangguh. Tepi Barat berada di bawah pengepungan yang lebih parah daripada Gaza, namun terus melakukan perlawanan dengan cara apa pun yang dimilikinya."
Qassem menegaskan, "Dengan dukungan saudara-saudara kita di poros perlawanan - di Iran, Lebanon, Yaman, dan Irak - kita akan, insya Allah, melenyapkan rezim Zionis. Revolusi Islam Iran adalah model yang unik untuk semua gerakan pembebasan."