Oleh: Vebri Al Lintani (Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya)
Berdasarkan pemantauan Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB) sepanjang tahun 2024, Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) kota Palembang, telah merekomendasikan 6 Objek yang Diduga Cagar Budaya (ODCB) untuk ditetapkan oleh Wali Kota Palembang sebagai Cagar Budaya. 6 Objek tersebut adalah Jembatan Ampera, Gedung Balai Pertemuan (sekarang Gedung Kesenian Palembang), dan Masjid Agung Palembang, (berdasarkan kesepakatan Sidang pada Jumat, 25 Oktober 2024).
Lalu, disusul Masjid Lawang Kidul, Kompleks Pemakaman Kramojayo, serta Museum Pahlawan Nasional dr. AK Gani untuk dijadikan Cagar Budaya Kota Palembang (Berdasarkan sidang pada Rabu, 6 November 2024).
Pj Wali Kota Palembang saat dijabat Ucok Abdul Rauf Damenta telah menetapkan Surat Keputusan Walikota Nomor 479/DISBUD/2023 tentang penetapan tiga objek sebagai cagar budaya peringkat kota yaitu: Bangunan Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Palembang, Gedung Ledeng Kantor Wali Kota Palembang sekarang dan Prasasti Boom Baru pada Kamis, 25 Juli 2024.
Apabila 6 objek tersebut ditetapkan oleh Wali Kota, maka Palembang memliki 9 objek yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Sungguh, ini pencapaian TACB Kota Palembang yang patut diacungi jempol. Namun agaknya Wali Kota Palembang kembali terlambat menetapkan ODCB sebagai cagar budaya yang sudah direkomendasikan oleh TACB Kota Palembang.
Keterlambatan seperti ini melanggar ketentuan pasal 33 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Disebutkan dalam pasal tersebut, bahwa penetapan status Cagar Budaya dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah direkomendasikan oleh TACB.
Keterlambatan ini sebenarnya pengulangan atas penetapan 3 objek cagar budaya sebelumnya yang baru dilakukan sekitar tujuh bulan setelah direkomendasikan.

Ketika itu penulis juga sempat berkomentar dalam artikel penulis berjudul “Apa Kabar TACB Kota Palembang” yang tersebar dalam beberapa media online di Palembang, pada Senin, 13 Mei 2024.
Sepertinya pemerintah kota menganggap keterlambatan seperti ini merupakan hal yang biasa, sekalipun harus melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Apa mungkin ketentuan tersebut tidak menimbulkan sanksi sehingga boleh saja dilanggar?
Dari beberapa informasi yang penulis dapat, berkas ODCB yang direkomendasikan oleh TACB kota Palembang terhambat di Bagian Hukum Setda Kota Palembang.
Tetapi entah dengan alasan apa sehingga rekomendasi TACB Kota Palembang dihambat. Padahal salah seorang dari anggota TACB adalah personil ASN Bagian Hukum Pemkot Palembang.
Satu selentingan lagi yang penulis dengar, bahwa alasan mengapa bagian hukum belum mengajukan rekomendasi TACB ke Wali Kota karena ada satu makam yakni kompleks pemakaman Kramo Jayo (Krama Jaya) yang masih dalam sengketa dan dianggap dapat menimbulkan resiko bagi Pemkot Palembang. Padahal Kompleks pemakaman Perdana Menteri Kramo Jayo sudah direkomendasikan oleh TACB untuk ditetapkan.
Persoalan lain, menurut sumber yang penulis dengar, khusus rekomendasi kompleks pemakaman Perdana Menteri Kramo Jayo, hanya ditandatangani oleh 5 Anggota TACB, sementara 2 anggota TACB menyatakan pendapat yang berbeda (disenting opinion) sehingga tidak ikut sepakat dan menandatangani rekomendasi tersebut.
Salah satu anggota TACB yang tidak sepakat adalah yang berasal dari Bagian Hukum. Perbedaan pendapat tentu harus dihargai, namun keputusan haruslah diambil berdasarkan pendapat mayoritas. Keputusan organisasi (TACB) ditetapkan secara kolektif kolegial. Semoga saja alasan Bagian Hukum belum menaikkan berkas rekomendasi oleh karena pengaruh personil TACB yang tidak setuju tersebut.

Ketika rekomendasi diserahkan ke Bagian Hukum, seharusnya tidak ada lagi perdebatan tentang hal-hal yang sudah disepakati oleh TACB. Sebab, perdebatan apakah ODCB layak atau tidak direkomendasikan telah selesai pada rapat-rapat TACB. Agaknya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dalam penetapan Kompleks Pemakaman Kramo Jayo. Justeru penetapan Kompleks Pemakaman Kramo Jayo merupakan langkah penting dalam menyelamatkan makam tokoh penting yang tanahnya dijual dan dibeli oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Untuk itu, tidak ada alasan lagi pihak Bagian Hukum Setda Kota Palembang untuk tidak mengajukan berkas rekomendasi tersebut ke Wali Kota. Penulis kira tidak perlu menunggu desakan aksi unjuk rasa dari komunitas peduli cagar budaya agar ODCB segera ditetapkan oleh Wali Kota Palembang. Bukankah semua persyaratan termasuk aturan sudah memenuhi syarat untuk ditetapkan. Tinggal niat baik dan kemauan dari Bagian Hukum.
Makam Pangeran Kramo Jayo dalam Kondisi Darurat
Sejak awal tahun 2023, Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB) melakukan aksi dengan isu “Palembang Darurat Cagar Budaya”. Dari banyak persoalan cagar budaya, yang menjadi perhatian utama dalam aksi ini adalah objek Balai Pertemuan yang terbengkalai dan dirusak oleh orang liar dan Makam Pangeran Kramo Jayo yang nisannya sudah diratakan dengan tanah, yang diduga dilakukan oleh Asit Chandra yang mengklaim sebagai pemilik tanah. AMPCB menilai kedua objek (ODCB) ini perlu langkah penyelamatan yang cepat.
Penulis bersyukur dan mengapresiasi TACB Kota Palembang telah merekomendasikan kedua objek tersebut agar ditetapkan menjadi Cagar Budaya. Selain itu, Balai Pertemuan telah pula ditetapkan pemanfaatanya sebagai untuk fasilitas kesenian dengan nama Gedung Kesenian Palembang. Hingga saat ini, Gedung Kesenian masih berproses menjadi Gedung yang layak sebagai gedung pertunjukan seni budaya.
Berbeda nasib dengan Balai Pertemuan, makam Kramo Jayo, setelah program “Ziarah Akbar” oleh masyarakat Zuriat Palembang Darussalam pada 12 Mei 2023, hingga hari ini belum ada kemajuan yang berarti.
Menurut informasi terakhir, kompleks pemakaman atau ungkonan Pangeran Kramo Jayo yang sebelumnya dipagar dengan seng oleh pemiliki Asit Chandra ini telah dibuka.

Entah apa maksudnya, apa mungkin akan segera dibangun untuk kepentingan pemilik. Jika segera dibangun maka akan tamatlah riwayat makam seorang tokoh besar, menantu Sultan Mahmud Badaruddin II yang pernah menjadi Perdana Menteri di masa awal kresidenan Palembang Darussalam.
Pangeran Kramo Jayo Merupakan Tokoh Penting
Penulis akan mengutip catatan perjalanan Murray Gibson, seorang petualang Amerika dalam “Prison of Weltevreden: and a Glance at East Indian Archipelago” terbit dalam bahasa Inggris (JC Riker, 1855) yang berkunjung ke Palembang pada 1852 (setahun setelah Kramo Jayo diasingkan). Diceritakan oleh Murray Gibson, saat dia menghadiri resepsi pernikahan anak perempuan seorang saudagar di Palembang bernama Oey Tsee Yang, dia bertemu Tchoon Long, yang duduk satu meja dengannya.
Tchoon Long adalah seorang laki-laki keturunan China, berusia paruh baya yang bertubuh tegap, rambut tebalnya tidak dikepang panjang seperti gaya Manchu namun digelung tinggi ke belakang. Tchoon Long yang sebelumnya terlihat murung kemudian mendekatinya dan bercerita tentang orang hebat dari Palembang, Ferdano Mantri (Perdana Menteri) Krama Jaya, Mantan wazir Sultan Badroodin (Mahmud Badruddin II) yang gagah berani melawan Belanda hingga tuannya tertangkap.
“Doa saja tak cukup,” kata, Gibson. “Maka ada sekitar ratusan ribu rupe (rupiah, pen.) disimpan di tangan yang aman, di Singapura. Uang itu akan dibayarkan kepada Tchoon Long yang akan berlayar dengan kapal bersama sejumlah lelaki pemberani guna membawa sang Ferdano Mantri kembali ke Palembang”.
Cerita mengharukan ini mengenai seorang tokoh hebat yang dicintai ratusan ribu orang, Melayu, Arab, dan Cina, bahu membahu mereka hendak membebaskan orang baik yang bernama Pangeran Krama Jaya.

Pangeran Krama Jaya digambarkan sebagai sosok yang dicintai rakyat, khususnya masyarakat Palembang dan Passumah (Pasemah). Badannya tinggi dan kuat, wajahnya bersih (terbuka/ramah) dan hatinya ‘putih’ (jujur). Ia memberi makan 2000 orang (laki-laki, perempuan, maupun anak-anak) setiap harinya. Rakyat banyak memuji serta memujanya sebagai orang yang baik hati dan terkenal di laut barat hingga timur dan rakyat pulau Sumatera.
“Figur baik hati yang dicintai rakyat Palembang itu ditawan Belanda karena si penjajah tak senang dengan orang hebat, kecuali orang hebat buatan Belanda sendiri. Putra-putri, sanak saudara maupun ratusan ribu rakyat mendoakan agar Krama Jaya kembali dari tahanan di Karawang (Jawa)”, tulis Walter Murray Gibson.
Gelar Pangeran Kramo Jayo yang diberikan SMB II bukanlah gelar sembarangan. Pemilihan gelar dalam tradisi Palembang tentulah berdasarkan penilaian dan pengamatan atas prilakunya sehari-hari. Begitu pula gelar Kramo Jayo yang disandang oleh Raden Abdul Azim. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Krama berarti beradat; akhlak; sopan santun; basa basi. Sedangkan jaya berarti keberhasilan atau kemenangan. Maka, pangeran Krama Jaya dapat diartikan sebagai orang yang berprilaku baik, beradat dan berakhlak mulia.
Murray Gibson memang tidak menulis apakah upaya Tchoon Long dan kawan kawan berhasil mengembalikan Kramo Jayo dari pengasingannya di Tangerang ke Palembang. Atau seperti dalam cerita yang tersebar, bahwa Kramo Jayo meninggal di Probolinggo atau versi lain menyebut Purbalingga dan kemudian mayatnya dibawa ke Palembang.
Terlepas dari hal tersebut, faktanya, Kramo Jayo adalah tokoh penting dalam sejarah Kesultanan Palembang Darussalam yang tidak boleh terhapus dalam sejarah. Salah satu penanda keberadaan hidupnya adalah makamnya yang berada di ungkonan atau Kawasan Kompleks Pemakaman Pangeran Kramajaya di kawasan Kelurahan 15 Ilir Palembang, Kecamatan Ilir Timur I Palembang. Selain makam Kramo Jayo, ada juga makam isteri, guru spriritual, dan beberapa kerabatnya. Oleh karena itu, maka ODCB Kompleks Pemakaman Kramo Jayo ini perlu segera ditetapkan menjadi Cagar Budaya langkah penyelamatan kompleks pemakaman yang sudah terancam punah tersebut.
Palembang, 18 Februari 2025