REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mufassir yakni orang yang menerangkan makna atau maksud kandungan Alquran. Namun sejatinya, menurut Ustadz Ahmad Sarwat, Lc. MA dalam bukunya, Pengantar Ilmu Tafsir, mangatakan bahwa yang boleh menafsirkan Alquran hanyalah Nabi Muhammad SAW.
"Kenapa hanya Nabi Muhammad yang boleh menafsirkan Alquran, karena Nabi Muhammad merupakan utusan Allah SWT yang diberi ilmu secara langsung untuk menjelaskan isi dan makna Alquran. Semua yang keluar dari mulut Nabi Muhammad SAW adalah wahyu juga, meski bukan termasuk ayat Alquran. Hal ini sebagaimana surah an-Najm ayat 3-4 yang tegas menyebutkan hal itu," katanya.
Surah an-Najm yang dimaksud berarti: "Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Alquran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya (Muhammad)."
Pada masa Nabi Muhammad SAW, selain Khulafaurrasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali) yang menjadi Mufassir adalah Abdullah bin Abbas. Sejak kecil Abdullah bin Abbas didoakan Rasulullah agar diberi kemampuan dalam memahami agama dan mampu mentakwil Alquran. Berikut doa Nabi Muhammad untuk Abdullah bin Abbas "Allahumma faqqihhu fid din wa ‘allimhu at-ta’wil. "Ya Allah, jadikan anak ini punya pemahaman yang mendalam dalam masalah agama dan kariniakan dia kemampuan untuk menafsirkan Al-Quran.
"Doa ini diriwayatkan dengan sanad yang shahih dan diamini oleh semua orang. Maka Abdullah bin Abbas pun bergelar Turjumanul Quran yaitu orang yang punya kemampuan menerjemahkan (menafsirkan) Alquran," katanya.
Secara umum tafsir Alquran dapat dibedakan menjadi tiga klasifikasi, yaitu sumber penafsiran (al-mashdar), sistematika penyajian tafsir (al-manhaj), dan corak penafsiran (al-laun). Ahmad menuturkan, ada sembilan syarat yang harus dimiliki seorang mufassir. Seluruh persyaratan itu pun disebut Syeikh Manna al-Qaththan dalam kitabnya, Mabahits fi 'Ulumil Quran:
1. Sehat akidah;
2. Terbebas dari hawa nafsu;
3. Menafsirkan Alquran dengan Alquran;
4. Menafsirkan Alquran dengan as-Sunnah;
5. Merujuk kepada perkataan sahabat Nabi Muhammad SAW;
6. Merujuk kepada perkataan tabiin, yakni generasi pasca-sahabat Nabi;
7. Menguasai ilmu bahasa Arab;
8. Menguasai ilmu yang terkait dengan ilmu tafsir; dan
9. Memiliki pemahaman yang mendalam.
View this post on Instagram
Tentang kriteria sehat akidah, Ustadz Ahmad Sarwat menjelaskan, seorang yang berakidah menyimpang tentu tidak dibenarkan untuk menjadi mufasir. Sebab, ujung-ujungnya dia akan berpotensi merusak ayat-ayat Alquran demi kepentingan penyelewengan akidahnya.
"Maka kitab-kitab yang diklaim sebagai tafsir sedangkan penulisnya dikenal sebagai orang yang menyimpang dari akidah ahlusunnah wal jamaah, tidak diakui sebagai kitab tafsir," katanya.
Setelah Rasulullah SAW, kelompok yang paling mengerti dan mengetahui suatu ayat Alquran yang turun adalah para sahabat beliau. Maka, seorang mufasir tidak boleh meninggalkan komentar, perkataan, penjelasan, dan penafsiran dari para sahabat Nabi SAW atas suatu ayat.