Kamis 20 Feb 2025 15:54 WIB

PM Anwar Ditekan Supaya Bungkam Soal Pencaplokan Gaza?

Sejumlah pihak khawatir Trump akan mengenakan tarif pada semikonduktor Malaysia.

Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim berbicara saat rapat umum untuk menunjukkan dukungan bagi rakyat Palestina di Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa, 24 Oktober 2023.
Foto: AP Photo/Vincent Thian
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim berbicara saat rapat umum untuk menunjukkan dukungan bagi rakyat Palestina di Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa, 24 Oktober 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, PUTRAJAYA – Perdana Menteri Datuk Seri Anwar Ibrahim telah disarankan oleh pejabat pemerintah untuk melunakkan retorikanya terkait agresi Israel di Jalur Gaza. Hal ini disebut untuk menghindari pengawasan atau pembalasan dari Presiden AS Donald Trump, menurut orang-orang yang mengetahui masalah tersebut.

Bloomberg melansir pada Kamis, Kekhawatiran ini muncul ketika para pejabat Malaysia semakin khawatir bahwa Trump dapat memukul perekonomian negara tersebut yang didorong oleh ekspor dengan tarif AS, menurut sumber yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena sensitifnya situasi tersebut. 

Baca Juga

Secara khusus, mereka khawatir Amerika akan mengambil tindakan lebih lanjut terhadap industri semikonduktor yang sedang berkembang di negara Asia Tenggara dan sejumlah investasi pusat data yang didukung AI, kata sumber tersebut.

Dalam pengumuman baru pada hari Selasa, Trump mengatakan dia kemungkinan akan mengenakan tarif pada impor mobil, semikonduktor, dan farmasi sekitar 25 persen. Malaysia adalah salah satu negara yang paling terkena dampak tarif chip apapun, dengan ekspor ke AS menyumbang 1,4 persen dari produk domestik bruto negara tersebut, menurut Bloomberg Economics.

Trump telah mengancam akan menerapkan tarif terhadap sejumlah negara karena gagal sejalan dengan prioritas kebijakan Amerika, dengan fokus pada negara-negara yang memiliki surplus perdagangan besar dengan Amerika.

The Edge melaporkan, hubungan Anwar dengan Washington memburuk dalam beberapa tahun terakhir karena kritik kerasnya terhadap serangan Israel di Gaza dan dukungan terang-terangan terhadap Hamas, yang telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh AS dan Uni Eropa. 

Anwar tampaknya menjadi lebih berhati-hati akhir-akhir ini setelah hampir dua tahun melakukan retorika berapi-api yang mendukung Hamas, baik di Parlemen maupun pada demonstrasi pro-Palestina di dalam negeri. 

Pada 5 Februari lalu, saat rencana Trump mengemuka, Anwar Ibrahim justru mengatakan bahwa pemerintah perlu mempelajari terlebih dahulu pernyataan Presiden Donald Trump bahwa AS akan mengambil alih Jalur Gaza dan membangunnya kembali. Ia tidak langsung mengecam usulan yang mencakup pengusiran jutaan warga Palestina dari wilayah tersebut.

“Pertama-tama kami akan mempelajari pernyataan tersebut dan kemudian kami akan membahasnya,” kata Anwar dilansir Malaysia Now. Ini ia sampaikan ketika ditanya tentang pengumuman Trump untuk membangun kembali Gaza dan memukimkan kembali jutaan warga Palestina di negara-negara tetangga Arab. 

Anwar menambahkan, posisi Malaysia terhadap perjuangan Palestina tidak berubah. “Sikap Malaysia tetap sama dengan negara-negara Muslim lainnya. Selebihnya, kami akan berkomentar nanti.”

Lambannya Wisma Putra, kantor perdana menteri Malaysia, bersikap kala itu mengherankan bagi pihak-pihak di Malaysia. Pihak oposisi langsung menekan pemerintah untuk menyatakan posisinya terhadap usulan Trump, yang telah dikutuk oleh setidaknya satu menteri UMNO. Ketika itu, rencana Trump tersebut telah ditolak oleh Arab Saudi, salah satu sekutu dekat Amerika di Timur Tengah.

Belakangan PM Anwar lebih memfokuskan komentarnya pada penciptaan dana bersama Jepang untuk membantu membangun kembali Gaza. Dalam sebuah postingan di Facebook minggu lalu, Anwar menuduh “rezim Israel” merusak gencatan senjata yang ditengahi oleh Qatar, Mesir dan Amerika Serikat, dalam sebuah tindakan yang tampaknya menyerang Israel sambil menghindari kritik apapun terhadap pemerintahan Trump. 

Kantor Perdana Menteri Malaysia belum melansir pernyataan terkait laporan Bloomberg tersebut.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement