Jumat 21 Feb 2025 17:19 WIB

Mentan tak Mau Indonesia Seperti Jepang, Malaysia, dan Filipina

Darurat pangan di Jepang, Malaysia, hingga Filipina menjadi alarm bagi Indonesia.

Rep: Frederikus Dominggus Bata / Red: Gita Amanda
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan tak ingin Indonesia mengalami darurat pangan. (ilustrasi)
Foto: Kementan
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan tak ingin Indonesia mengalami darurat pangan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam rangka mengantisipasi ancaman krisis pangan global yang dipicu oleh perubahan iklim dan ketidakstabilan distribusi, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan pentingnya Indonesia mempercepat swasembada beras sekaligus memperkuat cadangan pangan nasional. Menurutnya, kejadian darurat pangan di Jepang, Malaysia, hingga Filipina menjadi alarm bagi Indonesia untuk bertindak cepat dalam menjaga ketahanan pangan.

Mentan menyoroti kebijakan terbaru Pemerintah Jepang yang untuk pertama kalinya dalam sejarah, melepaskan 210 ribu ton beras dari cadangan darurat satu juta ton, akibat lonjakan harga ekstrem. "Kenaikan harga beras di Jepang mencapai 82 persen dalam setahun, dari 2.023 yen/kg (Rp 215.423) menjadi 3.688 yen/kg (Rp 393 ribu). Ini dampak langsung dari gelombang panas ekstrem yang merusak produksi dan mengganggu distribusi. Kondisi ini bisa terjadi di mana saja jika negara tidak memiliki cadangan pangan yang memadai,” ujar Amran, dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (21/2/2025).

 

Di Malaysia, jelas Mentan, kelangkaan beras lokal memicu kepanikan di masyarakat. Pasokan menipis menyebabkan lonjakan harga, sementara harga beras impor yang lebih tinggi semakin membebani rakyat. “Kondisi di Malaysia menunjukkan bahwa terganggunya stok pangan bisa berakibat pada keresahan sosial. Pangan bukan sekadar kebutuhan, tetapi juga faktor stabilitas negara,” kata Amran.

 

Di media sosial, gelombang protes dari warga Malaysia memang terus meningkat. Warga menuntut tindakan nyata dari pemerintah untuk mengatasi krisis ini, dan mengurangi ketergantungan pada beras impor.

 

Sebelumnya, Filipina telah menetapkan status darurat ketahanan pangan sejak awal Februari 2025 setelah inflasi beras mencapai 24,4 persen. Itu angka tertinggi dalam 15 tahun terakhir. "Negara yang bergantung pada impor beras seperti Filipina dan Malaysia sangat rentan ketika pasokan global terganggu. Ini menjadi pelajaran berharga bahwa ketergantungan pada impor bukanlah solusi jangka panjang. Indonesia harus memperkuat produksi dalam negeri,” tegas Amran.

 

Badan Pangan Dunia (FAO) melaporkan lebih dari 864 juta orang di dunia mengalami kerawanan pangan parah pada 2024, dengan Asia dan Afrika sebagai wilayah terdampak utama. Perubahan iklim, konflik, dan ketidakstabilan ekonomi disebut sebagai pemicu utama. “Ini bukan sekadar peringatan, tapi bukti nyata bahwa pangan adalah isu strategis. Indonesia harus memastikan ketahanan pangan sejak sekarang,” kata Mentan Amran.

 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025, harga beras medium di Indonesia stabil di kisaran Rp 13 ribu-Rp 14 ribu/kg, lebih rendah dibanding puncak harga 2024 yang sempat mencapai Rp 16 ribu/kg.  Masih menurut BPS, pada Februari 2024, harga beras di Indonesia mengalami kenaikan dan mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Harga beras di tingkat penggilingan pada Februari 2024 tercatat di level Rp 14.274/kg. 

 

“Kondisi ini menjadi pengingat tanpa cadangan yang cukup dan mekanisme stabilisasi yang kuat, kita bisa menghadapi lonjakan harga yang lebih besar di masa depan,” tutur Amran.

 

Untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga beras, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan Perum Bulog agar segera menyerap 3 juta ton beras dari petani dengan acuan HPP gabah Rp 6.500/kg dan membeli beras Rp 12 ribu/kg agar menjaga semangat petani untuk terus berproduksi.

 

Kementan terus mendorong sinergi dengan kementerian lain dan pemerintah daerah untuk memastikan distribusi beras berjalan lancar dan minim kebocoran. Amran menegaskan swasembada beras bukan sekadar target, melainkan sebuah keharusan bagi kemandirian bangsa.

 

Sebelumnya, Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) memastikan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dikelola Perum Bulog tetap terjaga untuk tahun 2025. Hal ini terjadi atas kerja keras pemerintah yang telah menjamin ketersediaan stok CBP sejak tahun sebelumnya. 

 

Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengatakan kebijakan tersebut merupakan bentuk kesiapsiagaan pemerintah dalam menghadapi potensi gejolak harga dan kondisi pangan di tahun mendatang.

 

"Sejak jauh hari, Pemerintah Indonesia telah menyiapkan strategi pengelolaan CBP agar pasokan tetap terjamin. Dengan adanya stok 2 juta ton yang sudah dipersiapkan sejak 2024, kami optimistis kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi, terutama dalam menghadapi periode rawan pangan seperti awal tahun dan masa paceklik," terang Arief dalam keterangannya, dikutip Selasa (17/2/2025) di Jakarta. 

 

Sebagaimana diketahui, stok CBP yang disimpan di Bulog di awal 2025 yang merupakan transfer stok dari 2024, tercatat menjadi  di angka 2 juta ton. Sementara berdasarkan proyeksi neraca pangan nasional, stok beras secara nasional di awal 2025 juga cukup kuat di angka 8,148 juta ton.

 

"Dengan stok beras Indonesia yang memadai seperti hari ini, Pemerintah Indonesia siap menyambut Ramadan dan Idulfitri yang berbarengan pula dengan masa panen raya padi. Kita yakin tidak akan ada gejolak yang berarti terhadap komoditas beras," ujar Arief.

 

Pernyataan Kepala NFA Arief Prasetyo Adi tersebut untuk memastikan kondisi perberasan di Indonesia yang kondusif, setelah adanya pengumuman kedaruratan pangan terhadap beras yang baru dikeluarkan Filipina pada 3 Februari lalu. Deklarasi tersebut dikeluarkan oleh The Department of Agriculture untuk mengatasi lonjakan harga beras di sana.

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement