REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank BTN Syariah, sebagai salah satu entitas perbankan yang bergerak di sektor layanan keuangan syariah, sedang berada dalam masa transisi yang signifikan. Rencana akuisisi BTN Syariah ini telah menjadi sorotan para pemerhati ekonomi dan sektor perbankan di Indonesia, mengingat implikasinya yang luas terhadap peta persaingan perbankan syariah di Tanah Air.
Rencana ini berawal dari inisiatif induk Bank Tabungan Negara (BTN) untuk memperkuat posisi strategisnya dalam dunia perbankan syariah. Dengan pertumbuhan pasar perbankan syariah yang semakin pesat, BTN melihat potensi besar dalam pengembangan layanan ini melalui divisi syariahnya.
Sejak awal, langkah ini didukung oleh berbagai pemangku kepentingan yang percaya bahwa transformasi dan penguatan segmen syariah BTN akan memberikan dampak positif, baik bagi perusahaan maupun nasabah.
Pada awal 2023, manajemen Bank BTN mulai menyusun rencana strategis untuk akuisisi ini. Proses tersebut melibatkan peninjauan menyeluruh terhadap aspek regulasi, operasional, dan kinerja keuangan BTN Syariah.
Apakah akuisisi ini akan dilakukan dengan menggandeng mitra strategis atau melalui peningkatan modal internal, masih terus dikaji dengan seksama untuk memastikan kelancaran proses dan kesiapan operasional.
BTN resmi memulai proses akuisisi terhadap PT Bank Victoria Syariah (BVIS) setelah menandatangani perjanjian jual beli bersyarat (Conditional Sales Purchase Agreement/CSPA) dengan para pemegang saham BVIS pada 15 Januari 2025. BTN akan mengambil alih 100 persen saham BVIS dari pemegang sahamnya, yaitu PT Victoria Investama Tbk (80,18 persen), PT Bank Victoria International Tbk (19,80 persen), dan Balai Harta Peninggalan Jakarta (0,0016 persen). Total nilai akuisisi mencapai Rp1,06 triliun, yang didanai dari sumber internal BTN.
Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu menyatakan, akuisisi ini menjadi langkah strategis untuk membentuk bank umum syariah melalui strategi anorganik. “BTN menilai perkembangan perekonomian syariah di Indonesia perlu didukung dengan adanya pemain yang memiliki kekuatan daya saing atau competitive advantage dengan proposisi layanan perbankan dan keuangan komprehensif untuk sektor perumahan,” ujarnya dalam keterangan yang dikutip Jumat (21/2/2025).
Setelah proses akuisisi selesai dan mendapatkan persetujuan dari regulator, BTN akan memisahkan Unit Usaha Syariah (UUS) BTN, yaitu BTN Syariah, dan mengintegrasikannya ke dalam BVIS untuk membentuk bank umum syariah baru.

Langkah ini juga dilakukan untuk memenuhi regulasi yang mewajibkan unit usaha syariah dipisahkan dari induk bank konvensional jika nilai asetnya mencapai 50 persen dari total aset induk atau minimal Rp50 triliun. Per kuartal III-2024, aset BTN Syariah tercatat sebesar Rp58 triliun, tumbuh 19,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp48 triliun.
“Berdasarkan timeline yang telah kami rencanakan, BTN Syariah bisa segera spin-off menjadi bank umum syariah pada tahun ini,” tambah Nixon.
Bank Victoria Syariah dinilai sebagai mitra yang tepat untuk akuisisi ini. Aset BVIS per kuartal III-2024 mencapai Rp3,32 triliun, tumbuh 8,02 persen dibandingkan tahun sebelumnya. BTN kini tengah memproses persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) BTN dan BVIS, serta persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Diharapkan seluruh proses akuisisi selesai sebelum akhir semester I-2025. Selama proses berlangsung, operasional BTN Syariah tetap berjalan seperti biasa hingga secara legal dan formal berubah menjadi bank umum syariah berbentuk perseroan terbatas (PT).
Sesuai dengan rencana yang telah dirancang, BTN Syariah ditargetkan untuk mulai beroperasi sebagai Bank Umum Syariah sepenuhnya pada tahun 2025. Tahapan ini tidak hanya sekedar perubahan dari segi nama dan branding, melainkan peralihan total yang mencakup penguatan struktur pendanaan, diversifikasi produk dan layanan, serta peningkatan teknologi perbankan modern yang berbasis syariah.
Nixon menambahkan, spin-off BTN Syariah akan menjadikannya sebagai pemain utama dalam perbankan syariah dengan fokus pada pembiayaan perumahan. Saat ini, BTN Syariah memiliki aset sekitar Rp60 triliun dan diproyeksikan meningkat menjadi Rp 100 triliun dalam tiga tahun ke depan.
“Pertumbuhan pembiayaan perumahan syariah di BTN Syariah lebih tinggi dibandingkan induknya, mencapai 17 persen, sementara BTN konvensional hanya tumbuh 10-11 persen,” katanya.
Ia juga menegaskan, kehadiran BTN Syariah sebagai BUS akan memperkaya persaingan di industri perbankan syariah, terutama sebagai pesaing BSI. “Akan ada dua bank BUMN syariah, BTN Syariah dan BSI. Kami fokus di sektor perumahan, sementara BSI memiliki cakupan yang lebih luas. Ini bagus untuk masyarakat, karena layanan menjadi lebih baik, harga lebih kompetitif, dan tidak ada monopoli di industri,” tambah Nixon.

Sebagai bank spesialis pembiayaan perumahan, BTN Syariah telah mendominasi segmen Kredit Pemilikan Rumah (KPR) syariah di Indonesia. Saat ini, sekitar 20-25 persen dari total KPR untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) menggunakan skema syariah. Dengan langkah spin-off ini, BTN Syariah semakin memperkuat posisinya di sektor ini.
Bank baru ini nantinya akan memiliki kemampuan untuk menjangkau segmen pasar yang lebih luas, dengan menawarkan produk yang lebih beragam seperti pembiayaan perumahan berbasis syariah, tabungan, hingga investasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Beberapa inovasi layanan digital juga direncanakan untuk diimplementasikan demi memperkuat daya saing di era digitalisasi perbankan.
Rencana membentuk BTN Syariah menjadi Bank Umum Syariah ini diharapkan mampu menjawab kebutuhan masyarakat akan solusi perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah, serta memperbesar pangsa pasar syariah di Indonesia yang hingga kini masih belum maksimal.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2025, pembiayaan perbankan syariah tumbuh 11,26 persen secara tahunan hingga November 2024, lebih besar dari perbankan konvensional yang tumbuh 10,79 persen. Namun, pangsa pasar perbankan syariah masih stagnan di angka 7,45 persen, hanya naik tipis dari 7,44 persen pada tahun sebelumnya.
Dari sisi efisiensi, Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan syariah mencapai 88,09 persen, lebih tinggi dibandingkan Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan konvensional yang sebesar 87,34 persen. Namun, dari segi profitabilitas, perbankan syariah masih kalah bersaing dengan perbankan konvensional. Return on Asset (ROA) perbankan syariah hanya 1,95 persen, lebih rendah dibandingkan perbankan konvensional yang mencapai 2,69 persen
OJK pun menyambut baik langkah spin-off BTN Syariah dan berharap kehadiran bank syariah dengan skala lebih besar dapat meningkatkan daya saing industri. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae menegaskanindustri perbankan syariah saat ini terlalu didominasi oleh satu bank besar, sehingga persaingan menjadi kurang sehat.
“Kami berharap dengan adanya spin-off ini, kompetisi dalam perbankan syariah semakin baik, sehingga masyarakat bisa mendapatkan layanan yang lebih berkualitas dan harga yang lebih kompetitif,” ujarnya.
Senada dengan OJK, Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) Universitas Indonesia, Rahmatina Awaliah Kasri menilai, keputusan BTN untuk melakukan spin-off melalui akuisisi Bank Victoria Syariah adalah langkah yang cukup tepat.
"Pilihan ini lebih baik dibandingkan alternatif lain yang tersedia, meskipun implementasi dan integrasi akan menjadi tantangan tersendiri, terutama dalam menyatukan budaya kerja dan sistem keuangan," katanya.