REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — The Institute for Language Advancement (IFLA) IIUM Malaysia mengunjungi sejumlah pondok pesantren di Jakarta dan Bandung Jawa Barat. Kunjungan tersebut bertujuan untuk membangun kerja sama dalam pembelajaran Bahasa Arab, Inggris, dan Melayu.
Bahasa Arab merupakan wasilah untuk memahami kearifan Islam. Karya ulama, kitab suci Alquran, hadits, fatwa, dan ibrah keislaman, termaktub dalam Bahasa Arab. Bahasa ini dikenal kaya dengan diksi, juga dengan makna yang sangat indah. Untuk melestarikan Bahasa Arab, banyak orang mempelajari sastra dan juga menunjukkan kemampuannya berbahasa Arab yang indah dalam berbagai momentum.
Sejak zaman jahiliyah, orang-orang Arab biasa menampilkan kemampuan sastra di Pasar Okaz dekat Thaif sebelum musim haji dimulai. Selesai bersyair, berpidato, dan beradu kemampuan sastra, mereka berihram di Qarnul Manazil, kemudian melanjutkan perjalanan menuju Masjidil Haram.
Di Malaysia, Bahasa Arab sudah digunakan sejak sebelum negara tersebut berdiri. Ulama di Nusantara menggunakan bahasa tersebut untuk menyusun buku yang kini dikenal dengan turats. Manuskrip tentang akidah Islam abad ke-16 yang ditemukan di Trengganu berjudul Aqaid. Kitab karangan Abu Hafs Umar an-Nasafi itu ditulis dalam Bahasa Arab dan menjadi rujukan Muslim hingga detik ini untuk membantah pemikiran kaum sophis.
Yang meneliti manuskrip tersebut adalah cendekiawan Muslim Malaysia, Prof Naquib Al Attas. Dia merupakan ulama kelas dunia yang setingkat dengan Fazlurrahman, Seyyed Hossein Nasr, dan disegani orientalis. Al Attas dikenal berani beradu argumentasi dan mahir membangun argumentasi yang mematahkan hujjah lawan debatnya. Saat memimpin ISTAC, Al Attas menganjurkan mahasiswanya mengkaji turats berbahasa Arab, Inggris, latin, greek, aramaik, dalam perspektif pandangan hidup Islam.