REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait perkasa dugaan suap pengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR dan perintangan penyidikan, Kamis (20/2/2025) kemarin. PDIP Yogyakarta pun menanggapi terkait penahanan Hasto. Ketua DPC PDIP Yogyakarta, Eko Suwanto mengatakan, PDIP kembali diuji sejarah.
Eko menyebut, PDIP merupakan partai yang sah dan ikuti pemilihan umum, namun kini diuji sejarah. Eko menjelaskan, diawali dengan pelanggaran etik, terbukti Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi vonis bersalah Anwar Usman yang notabene ipar Presiden ke-7 RI, Joko Widodo yang memberikan ruang nan jalan tol bagi Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres pada Pilpres 2024.
“Hal ini faktanya hadirkan wajah buram demokrasi. Abuse of power juga terjadi,” kata Eko.
Di hari penahanan Hasto Kristiyanto oleh KPK, katanya, PDIP kembali diuji sejarah setelah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengumumkan pemecatan Jokowi, Gibran, dan Bobby Nasution. Tiga hari setelah Pimpinan KPK yang diusulkan Jokowi dilantik, lanjutnya, KPK kemudian menetapkan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka.
"Kita paham Indonesia negara hukum, tidak boleh jadikan hukum sebagai alat pemukul,” jelas Eko.
Eko menuturkan, setelah Hasto Kristiyanto mengajukan praperadilan kedua, seharusnya KPK menghormati itu dengan tidak melakukan proses hukum sampai putusan hakim dalam praperadilan selesai. “Tapi fakta lain, KPK kembali panggil (Hasto) dan sebagai warga negara taat hukum, beliau penuhi panggilan," ucapnya.
Menyusul penahanan Hasto oleh KPK, PDIP Yogyakarta menggelar doa bersama sekaligus memberikan dukungan perjuangan kepada Hasto Kristiyanto pada Kamis (20/2/2025) kemarin. Doa bersama itu digelar bersama bersama PAC, ranting, dan anak ranting, serta satgas.
"Banteng Jogja tentu yakin dan percaya, Satyam Eva Jayate, pada akhirnya kebenaran pasti menang," kata Eko.