Senin 24 Feb 2025 18:25 WIB

Israel tak akan Biarkan HTS Berada di Suriah Selatan

Israel menduduki sejumlah wilayah Suriah selatan

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, menyatakan tak akan biarkan HTS di wilayah Suriah selatan
Foto: AP
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, menyatakan tak akan biarkan HTS di wilayah Suriah selatan

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN— Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa rezimnya tidak akan mentoleransi kehadiran Hayat Tahrir al-Sham (HTS) atau pasukan lain yang berafiliasi dengan penguasa baru negara Arab tersebut di Suriah selatan.

Netanyahu mengatakan pada sebuah upacara kelulusan militer pada Ahad (24/2/2025), bahwa Israel akan mempertahankan posisinya di sana sebagai langkah pertahanan dan selama diperlukan, Press TV melaporkan.

Baca Juga

"Kami tidak akan mengizinkan pasukan HTS atau tentara Suriah yang baru untuk memasuki wilayah selatan Damaskus. Kami menuntut demiliterisasi penuh di Suriah selatan, di provinsi Quneitra, Daraa dan Sweida," kata Netanyahu seperti dikutip.

Perdana Menteri Israel juga mengatakan bahwa pasukan rezim akan tetap ditempatkan di zona penyangga di Dataran Tinggi Golan Suriah yang diduduki, yang disita setelah jatuhnya Presiden Bashar al-Assad,

Mantan afiliasi al-Qaeda, HTS, menguasai Damaskus pada awal Desember dalam sebuah serangan yang menakjubkan, yang mendorong Israel yang waspada untuk memindahkan pasukannya ke zona demiliterisasi yang diawasi oleh PBB di Suriah.

Faksi-faksi militan, yang dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham, menggulingkan pemerintahan Assad pada tanggal 8 Desember tahun lalu.

Menyusul jatuhnya pemerintahan Assad, militer Israel telah melancarkan serangan udara terhadap instalasi militer, fasilitas, dan gudang senjata milik tentara Suriah yang sekarang sudah tidak ada.

Pesawat-pesawat militer Israel pada hari Selasa melancarkan serangkaian serangan terhadap beberapa situs senjata di dalam Suriah dalam tindakan agresi terbaru.

Militer Israel mengatakan bahwa pesawat-pesawat tanpa awaknya menghantam senjata-senjata yang dikatakannya milik pemerintahan Suriah sebelumnya di distrik Sa'sa', provinsi Rif Dimashq, yang terletak di sebelah barat daya ibukota Damaskus dan dekat Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.

Setelah jatuhnya Assad, Israel, yang telah menduduki Dataran Tinggi Golan Suriah sejak tahun 1967, juga menyerbu zona penyangga yang diawasi oleh PBB di barat daya Suriah, mengambil alih sisi Suriah dari Gunung Hermon, yang dikenal sebagai Jabal al-Syaikh dalam bahasa Arab, serta beberapa kota dan desa di Suriah.

Israel juga mendapat sorotan atas penghentian perjanjian gencatan senjata tahun 1974 dengan Suriah, dan mengeksploitasi kekacauan di negara Arab tersebut setelah kejatuhan Assad untuk melakukan perampasan tanah.

Serangan rezim pendudukan telah menuai kecaman luas karena melanggar kedaulatan Suriah dan menghancurkan aset-aset milik negara Arab.

Di tempat lain dalam pidatonya pada hari Minggu, perdana menteri Israel menyatakan bahwa ia tidak akan mentolerir ancaman terhadap sekte Druze di Suriah selatan.

Media Israel baru-baru ini melaporkan bahwa para menteri rezim Assad telah bertemu untuk mendiskusikan sebuah rencana rahasia untuk mendorong perpecahan Suriah setelah jatuhnya pemerintahan Assad.

Menurut laporan Press Tv, bulan lalu, sumber-sumber keamanan regional yang diberi pengarahan mengenai rencana tersebut dikutip mengatakan bahwa Israel telah merencanakan untuk membagi Suriah menjadi tiga blok dan membangun hubungan militer dan strategis dengan Kurdi di timur laut Suriah dan Druze di selatan, sehingga Assad tetap berkuasa di Damaskus.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement