Selasa 25 Feb 2025 19:50 WIB

KLH Akselerasi Perdagangan Karbon

KLH akan menyusun peta jalan perdagangan karbon pada masing-masing sektor.

Layar menampilkan informasi pergerakan perdagangan karbon internasional pada awal pembukaan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (20/1/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan
Layar menampilkan informasi pergerakan perdagangan karbon internasional pada awal pembukaan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (20/1/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup (LH) memaparkan upaya-upaya percepatan perdagangan karbon di Indonesia untuk mengakselerasi pencapaian target nilai ekonomi karbon (NEK) di Indonesia. Ada delapan upaya yang akan dilakukan KLH terkait hal tersebut.

Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian LH Ary Sudijanto mengatakan, upaya pertama adalah akselerasi implementasi pencapaian target dokumen iklim enhanced national determined contribution (ENDC) dan NEK dalam tataran operasional untuk mencapai persetujuan layanan level para pemangku kepentingan atau multistakeholder.

Ary melanjutkan, upaya kedua yakni peningkatan edukasi dan literasi publik terkait ekosistem karbon yang berintegritas melalui sosialisasi ke pemangku kepentingan.

“Ketiga, melakukan diskusi potensi dan kolaborasi pengembangan ekosistem perdagangan karbon Indonesia dengan para asosiasi, mitra, Badan Standardisasi Nasional (BSN)/Komite Akreditasi Nasional (KAN), dan lembaga validasi dan verifikasi skema NEK,” ujar dia dalam RDPU bersama Komisi XII DPR RI yang dipantau daring di Jakarta, Selasa (25/2/2025).

Kemudian, upaya keempat yakni penyiapan dan percepatan penyusunan peta jalan perdagangan karbon pada masing-masing sektor atau sub-sektor sesuai dengan NDC. Kelima, penyiapan kebijakan dalam percepatan perdagangan karbon, antara lain terkait infrastruktur, bursa karbon, Sistem Registri Nasional (SRN) yang lebih kokoh, serta mekanisme pendukung lainnya seperti mutual recognition agreement/MRA.

Selanjutnya, upaya keenam yakni pengembangan metodologi penghitungan pengurangan emisi dan/atau peningkatan serapan gas rumah kaca (GRK). “Upaya ketujuh, peningkatan Lembaga Validasi dan Verifikasi (LVV) independen yang terakreditasi KAN sehingga dapat diakui baik di nasional maupun internasional,” tuturnya.

Upaya kedelapan, lanjut Ary, yakni peningkatan kerja sama kolaboratif dan inklusif untuk memastikan keseimbangan antara upaya mencapai target emisi nol karbon dengan pertumbuhan ekonomi.

Ia menegaskan, pemerintah telah menerbitkan aturan pelaksanaan yang menjadi tonggak pencapaian tentang ekonomi karbon, yakni terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) 98 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan nilai ekonomi karbon untuk pencapaian target NDC dan pengendalian emisi GRK dalam pembangunan nasional.

Melalui Perpres tersebut, perdagangan karbon pada dasarnya dibagi menjadi adaptasi dan mitigasi, sehingga melalui NEK, upaya atau instrumen yang digunakan yakni bagaimana memberikan insentif bagi para pelaku usaha yang telah melakukan baik pada adaptasi maupun mitigasi.

 

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement