REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan bullion bank atau bank emas pada Rabu (26/2/2025) hari ini. Peluncuran ini disambut baik oleh berbagai pihak, termasuk Kepala Center for Sharia Economic Development (CSED INDEF) Nur Hidayah.
Ia menyoroti potensi besar yang dimiliki Indonesia dalam industri emas. Saat ini, Indonesia menempati peringkat ketujuh sebagai negara penghasil emas terbesar di dunia. Pada 2019, produksi emas nasional mencapai Rp 192 triliun, dengan cadangan emas sekitar 32 juta ton.
Namun, lanjut Nur Hidayah, kondisi perdagangan emas Indonesia masih belum optimal. "Ironisnya, kita mengekspor emas batangan senilai Rp 5 miliar, tetapi masih mengimpor emas batangan Rp 2 miliar. Dengan adanya bullion bank, kita bisa membangun ekosistem emas yang lebih baik, agar emas tidak hanya dikirim ke luar negeri, tetapi juga dapat dimanfaatkan dan dikembangkan di dalam negeri," ujarnya.
Hadirnya Bank Emas diharapkan dapat mendukung pengelolaan emas nasional, baik sebagai sarana investasi, simpanan, maupun instrumen keuangan. Nur Hidayah menekankan bahwa dalam Islam, investasi dianjurkan pada aset yang memberikan nilai tambah, dan emas telah terbukti menjadi instrumen investasi unggulan.
"Salah satu contoh kebutuhan besar umat Islam terhadap emas adalah dana haji. Saat ini, waktu tunggu keberangkatan haji bisa mencapai 44 tahun. Jika menabung dalam rupiah, nilainya akan tergerus inflasi dan mungkin tidak mencukupi biaya haji di masa mendatang. Dengan bullion bank, dana haji bisa dialihkan ke investasi emas yang lebih stabil dan tidak terdampak inflasi," jelasnya.
Keberadaan bullion bank juga diharapkan dapat mendukung penguatan ekosistem keuangan berbasis emas, termasuk bagi masyarakat yang belum terjangkau layanan perbankan atau unbankable.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengatur bullion bank dalam Peraturan OJK Nomor 17 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bullion. Saat ini, dua lembaga keuangan, yakni Bank Syariah Indonesia (BSI) dan Pegadaian, telah mendapatkan izin untuk mengoperasikan bullion bank, sementara beberapa bank lain masih dalam proses pengajuan izin ke OJK.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menilai bahwa prospek bisnis bullion bank sangat menjanjikan. "Berdasarkan hasil penelitian, usaha bullion dapat memaksimalkan nilai tambah dari sumber daya emas Indonesia, baik dari hasil tambang maupun emas yang dimiliki masyarakat," katanya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa ekosistem bullion bank akan melibatkan berbagai sektor, seperti produsen emas, perusahaan pemurnian atau refiner, manufaktur, pedagang grosir atau wholesalers, pengecer atau retailers, serta masyarakat yang menjadikan emas sebagai instrumen investasi dan bisnis.
Riset OJK menunjukkan bahwa usaha bullion berpotensi memberikan tambahan nilai ekonomi sebesar Rp 30 triliun hingga Rp 50 triliun. Potensi ini dapat berkontribusi dalam upaya pemerintah mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen, serta memperkuat industri emas nasional secara keseluruhan. Selain itu, usaha bullion juga dapat meningkatkan konsumsi emas ritel, sehingga memacu pertumbuhan industri emas dalam negeri dan menciptakan dampak ekonomi yang lebih luas.
