REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Komite Kepresidenan Tinggi untuk Urusan Gereja di Palestina menyoroti upaya Israel untuk memberlakukan realitas baru di Masjid Al-Aqsa, di Yerusalem Timur yang diduduki, selama bulan Ramadan, di tengah langkah membatasi akses jamaah ke masjid tersebut.
Sebagian besar negara Arab, termasuk Palestina, menetapkan Sabtu sebagai hari pertama bulan puasa Ramadan setelah melihat hilal.
“Pengumuman pendudukan untuk menggandakan tindakan represifnya selama Ramadhan, termasuk membatasi jumlah jamaah dan mengeluarkan perintah pengusiran, bertujuan untuk mengosongkan Masjid Al-Aqsa serta mengisolasinya dari lingkungan Palestina,” kata pernyataan komite tersebut pada Jumat (28/2).
Komite itu menambahkan bahwa tindakan represif oleh Israel merupakan bagian dari proyek Yahudisasi terhadap Yerusalem dan tempat-tempat sucinya.
Komite mendesak negara-negara Arab dan Islam, lembaga-lembaga internasional, serta gereja-gereja di seluruh dunia untuk mengambil tanggung jawab dalam mengakhiri agresi, mengakhiri pendudukan dan melindungi masa depan rakyat, tanah mereka, serta tempat suci mereka.
Seperti hampir setiap tahun selama Ramadhan, otoritas Israel memberlakukan pembatasan terhadap warga Palestina dan membatasi akses mereka ke Masjid Al-Aqsa.
Lembaga penyiaran publik Israel, KAN, pada Ahad (23/2) mengatakan polisi tidak akan mengizinkan warga Palestina yang dibebaskan dari penjara dalam beberapa minggu terakhir untuk memasuki situs yang menjadi titik konflik selama bulan suci umat Islam.
KAN juga menyebutkan polisi akan menempatkan 3.000 personel setiap hari di pos pemeriksaan menuju Yerusalem Timur dan Masjid Al-Aqsa selama bulan Ramadhan.