Senin 03 Mar 2025 11:35 WIB

Remaja Stres? Jangan Panik, Ini Saran Psikolog untuk Orang Tua

Orang tua dinilai perlu menciptakan ruang dialog terbuka dan hadir secara emosional.

Orang tua dan anak remaja (ilustrasi). Oang tua perlu menciptakan ruang dialog yang terbuka, hadir secara emosional, dan menjadi pendengar yang empatik bagi anak remaja mereka.
Foto: www.freepik.com
Orang tua dan anak remaja (ilustrasi). Oang tua perlu menciptakan ruang dialog yang terbuka, hadir secara emosional, dan menjadi pendengar yang empatik bagi anak remaja mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Remaja sering kali menghadapi tekanan dan stres akibat dinamika pertemanan, tuntutan akademik, serta interaksi keluarga. Dalam menghadapi kondisi ini, peran orang tua dinilai sangat penting.

Psikolog anak dan keluarga sekaligus Head of School Sekolah Cikal, Tari Sandjojo, M Psi, Psikolog, menekankan bahwa orang tua perlu menciptakan ruang dialog yang terbuka, hadir secara emosional, dan menjadi pendengar yang empatik. Pendekatan yang menghakimi, meremehkan, atau berlebihan dalam menanggapi perasaan remaja justru dapat memperburuk keadaan.

Baca Juga

Langkah pertama yang disarankan adalah memulai sesi dialog dengan mengajukan pertanyaan secara terbuka dan mendengarkan jawaban anak tanpa prasangka. "Yang pertama, tanya dulu sama anaknya. Kadang-kadang kita nggak mau nanya sama anak karena merasa bahwa kita lebih tau. Percayalah bahwa setiap anak tahu apa yang dia rasakan dan tahu apa yang dia butuhkan. Jadi hal pertama justru tanya dulu dan berusaha dengarkan apa yang mereka mau dan apa yang mereka butuhkan," ujar Tari dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id pada Senin (3/3/2025).

Menurut dia, orang tua perlu menyadari bahwa anak memiliki pemahaman tentang apa yang mereka rasakan dan butuhkan. Setelah membuka dialog, orang tua perlu meningkatkan kepekaan terhadap situasi yang dihadapi remaja.

"Tadi kalimat pertama sudah saya sebutkan, hal pertama yang dilakukan adalah dialog dengan bertanya dan mendengar: apa yang kamu perlukan, apa yang kamu butuhkan, nanti setelah dia jawab baru tanya, perlu bantuan kami nggak, perlu bantuan Papa dan Mama nggak, perlu bantuan bapak dan ibu guru nggak. Percayalah bahwa jawaban anak itu menunjukkkan situasinya saat itu," jelas Tari.

Jawaban yang diberikan remaja dapat memberikan gambaran tentang kondisi emosional dan kebutuhan mereka.

Jika remaja masih kesulitan mengatasi stres, orang tua dapat menawarkan bantuan dan pendampingan. Namun, hal ini perlu dikomunikasikan terlebih dahulu agar remaja merasa nyaman dan tidak terbebani.

"Nanti kalau ia udah jawab (saat kita tanya), artinya dia percaya, lalu kita lihat dulu lagi bener atau tidak ya butuh bantuan. Atau kalau dia bilang saya butuh bantuan a, b, c, ya coba kita berikan itu. Setelah itu, kita lihat kembali berjalan atau tidak. Kalau ternyata tidak berjalan, kita dapat tanya lagi. Oke, gimana stres level-nya sekarang, udah berkurang atau belum? Kalau belum, apalagi yang bisa kami bantu?," kata Tari.

Dia mengatakan proses pendampingan ini bersifat bertahap dan berkelanjutan, dengan evaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitasnya. Tari Sandjojo menekankan bahwa pendampingan remaja yang mengalami stres tidak bisa dilakukan secara instan. Proses ini memerlukan kesabaran dan tahapan yang jelas, yang pada akhirnya akan membangun kepercayaan diri remaja dalam mengatasi masalah mereka sendiri.

Orang tua juga dinilai perlu lebih peka terhadap perubahan perilaku remaja, seperti pola makan, pola tidur, dan interaksi sosial, sebagai indikasi adanya stres. Jadi, menurut dia, proses menghadapi stres pada remaja itu bertahap, dan anak harus punya kemampuan percaya bahwa dia bisa untuk mengatasi stres tersebut.

"Kadang-kadang, kita sebagai orang tua pasti ngelihat ke inidikasi-indikasi yang terlihat jelas, ya, misalnya muram, menolak sekolah, sampai sakit perut di beberapa hari-hari tertentu. Tapi tidak semua anak yang kemudian langsung menunjukkan indikasi-indikasi itu. Kadang-kadang yang terjadi justru perilaku kecil, seperti, pola makan, pola tidur dan bagaimana pola perilakunya di dalam menghadapi hari-hari sekolahnya. Itu yang sebaiknya disadari dan dilihat orang tua," kata dia menjelaskan. Dengan memahami tahapan pendampingan dan memperhatikan indikasi stres pada remaja, orang tua diharapkan dapat memberikan dukungan yang tepat dan efektif.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Ameera Network (@ameeranetwork)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement
Advertisement