Selasa 04 Mar 2025 15:14 WIB

Praetorianisme Pangan: Ketika Serdadu Turun ke Kebun dan Dapur

Praetorianisme dalam makna sebenarnya dapat dilihat dalam kasus Mesir.

Hadza Min Fadhli Robby
Foto: dokpri
Hadza Min Fadhli Robby

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hadza Min Fadhli Robby (Dosen Hubungan Internasional UII Yogyakarta)

Proyek Makan Bergizi Gratis (MBG) telah dilangsungkan oleh pemerintahan Prabowo Subianto sejak awal tahun ini. Proyek ini telah mengundang banyak kritik, termasuk pada isu perencanaan dan keterlibatan militer yang intensif dalam proses persiapan dan pelaksanaan makan bergizi gratis.

Menurut keterangan yang disampaikan Kapuspen TNI, ada tiga peran yang dimainkan oleh TNI dalam keberlangsungan MBG, yaitu logistik, operasionalisasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) serta monitoring dan evaluasi. Adanya keterlibatan TNI dalam MBG sebenarnya merupakan sebuah keberlanjutan dari upaya-upaya TNI untuk masuk dalam isu-isu strategis berkaitan dengan ‘ketahanan pangan’, seperti dalam program pembangunan ‘food estate’ yang melibatkan perusahaan-perusahaan yang berafiliasi dengan Kementerian Pertahanan.

Keterlibatan militer profesional di ranah-ranah yang seharusnya dikerjakan oleh sipil perlu membuat kita semua khawatir. Sebab, dalam pandangan Roald Dahl, demokrasi yang sejatinya bersifat poliarki tidak mungkin dijalankan dengan peran militer yang makin menanjak di ranah sipil.

Poliarki dalam sistem demokrasi seperti Indonesia menghendaki keterlibatan sebanyak mungkin aktor yang mumpuni. Keterlibatan aktor ini tentu tidak hanya dalam tahapan perumusan kebijakan, namun juga penerapan kebijakan. Jika tidak, konsepsi program Makan Bergizi Gratis dan pengembangan program keamanan pangan akan berujung pada ketidakefektifan, bahkan kegagalan.

Praetorianisme Pangan

Merangkaknya peran militer dalam perumusan dan penerapan kebijakan merupakan sinyal dari sistem politik yang sedang tidak efektif, bahkan disfungsional. Dalam bukunya yang berjudul Political Order in Changing Societies, Huntington mengajukan suatu argumen penting bahwa sistem dan institusi politik yang bekerja dengan baik dibangun dengan adanya partisipasi politik yang aktif.

Jika suatu sistem politik tidak bekerja dengan baik, dan cenderung menihilkan partisipasi politik dari ragam aktor, maka hal ini akan berujung pada membusuknya satu sistem politik yang bisa jadi berakhir pada status ‘negara gagal’. Kondisi negara gagal inilah yang disebut oleh Huntingon sebagai ‘negara praetorian’, di mana sistem dan dinamika politik disandera elite dan militer yang tidak melibatkan masyarakat dan aktor lain dalam perumusan kebijakan.

Dalam isu pangan, praetorianisme dalam makna sebenarnya dapat dilihat dalam kasus Mesir. Sejak masa kepresidenan Abdul Fattah al-Sisi, al-Sisi banyak memberikan proyek-proyek strategis nasional ke militer sebagai pelindung kekuasaan politiknya di Mesir. Dengan pembagian kongsi ini, militer memiliki aliran kas yang deras, kerangka legal yang kuat, dan akses terhadap lahan dan sumberdaya yang hampir tak terbatas untuk menguasai pangsa pangan di Mesir.

Hal ini makin terlihat dengan terbentuknya satu BUMN pangan baru yang dideklarasikan oleh Al-Sisi, yaitu Mostaqbal Misr (Mesir Masa Depan). BUMN ini terafiliasi dengan Angkatan Udara Mesir dan dipimpin oleh Kolonel Dr Bahaa al-Ghannam.

Bermodalkan Keputusan Presiden Mesir Nomor 591/2022, korporasi pangan ini menguasai lahan sebanyak 1,5 juta hektar untuk digunakan sebagai food estate dan memiliki kewenangan untuk akuisisi lahan di seluruh Mesir. Bahkan, organisasi ini juga diberikan kewenangan untuk memonopoli ekspor dan impor gandum, satu hal yang sebelumnya diatur oleh al-Wizaratut Tamwin wat-Tijarah Dakhiliyah (Menteri Suplai dan Perdagangan Dalam Negeri). Dominasi BUMN Mostaqbal Misr ini makin tidak bisa dikalahkan dengan adanya aturan bahwa bisnis militer juga tidak akan dikenai pajak dan bea terkait.

Adanya praetorianisme yang kuat dalam sektor ekonomi Mesir ini menjadi alarm bagi kestabilan sosial, politik dan ekonomi di Mesir. Beberapa episode transformasi politik di Mesir pada tahun 1977 dan 2011 terjadi karena adanya gejolak harga pada ‘isy, roti yang biasa dikonsumsi sehari-hari oleh orang Mesir. Pada tahun 2024, Bank Dunia bahkan telah menurunkan persentase tingkat pertumbuhan Mesir ke angka 2,8 persen, sebagai konsekuensi dari proses ekonomi yang amat tersentral di tangan militer.

Sayangnya, karena posisinya yang amat istimewa dalam politik Mesir, militer Mesir dan bisnis babon yang terafilisasi dengannya seringkali tidak transparan dan tidak terbuka dalam laporan keuangannya. ‘Kestabilan politik’ yang ditopang oleh segelintir aktor ini lagi-lagi bisa jadi akan berujung pada slogan protes ‘isy, ‘adalah, hurriyah (roti, keadilan dan kemerdekaan) yang kembali bergema di jalanan-jalanan Mesir.

Tren semacam ini bukan tidak mungkin terjadi pula di Indonesia, jika masyarakat sipil tidak turut berpartisipasi aktif mencegah kemungkinan praetorianisme pangan terjadi di Indonesia. Revisi UU TNI yang sedang didiskusikan di DPR juga membuka peluang bagi militer untuk memiliki bisnis. Upaya ini bisa jadi dilakukan untuk melancarkan aktivitas yang dilakukan oleh militer dalam isu pengembangan food estate dan dapur umum yang menjadi bagian dari kerja operasional SPPG.

Keterlibatan militer dalam bisnis pangan akan memberi sinyalemen buruk pada ekosistem ekonomi Indonesia yang sudah dikuasai oleh oligarki. Jika oligarki dan militer sama-sama memegang kontrol terhadap perekonomian Indonesia, maka Indonesia Emas yang menjadi harapan bersama akan menjadi impian yang hanya dapat diraih oleh sebahagian orang.

Di tengah gejolak geopolitik Asia-Pasifik yang makin memanas, TNI sudah selayaknya fokus untuk menjadi tentara profesional yang menangkal ancaman-ancaman dari pihak luar yang jelas merongrong kedaulatan Indonesia. Masuknya serdadu dan perwira ke kebun dan dapur justru memecah fokus dari ancaman yang lebih besar.

Semoga TNI tetap berada di barak, agar masyarakat sipil yang bersiaga dan berkolaborasi antara satu sama lain dalam memperkuat ketahanan pangan dan memberikan makan bergizi kepada yang membutuhkan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement