REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan adanya dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Kasus itu berpotensi merugikan negara hingga Rp11,7 triliun.
"Pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada 11 debitur ini berpotensi mengakibatkan kerugian negara dengan total mencapai Rp11,7 triliun," kata Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo dikutip pada Selasa (4/3/2025).
Penyidik KPK saat ini baru menetapkan lima orang sebagai tersangka, dengan dua orang tersangka dari pihak LPEI Direktur Pelaksana 1 LPEI Wahyudi dan Direktur Pelaksana 4 LPEI Arif Setiawan.
Adapun tiga tersangka dari pihak debitur PT Petro Energy (PE), yakni Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy Jimmy Masrin, Direktur Utama PT Petro Energy Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT Petro Energy Susi Mira Dewi Sugiarta.
"KPK belum melakukan penahanan terhadap para tersangka. KPK masih terus melengkapi alat bukti dalam proses penyidikan perkara ini," ujar Budi.
KPK mengendus adanya benturan kepentingan antara direktur LPEI dengan PT PE. Mereka disebut melakukan kesepakatan awal guna memudahkan proses pemberian kredit. Direktur LPEI disebut tak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP.
"Direktur LPEI memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan," ujar Budi.
KPK juga menduga PT PE memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlying pencairan fasilitas tak didasarkan dengan kondisi yang nyata. "Fasilitas kredit yang digunakan tidak sesuai tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian dengan LPEI," ujar Budi.
KPK menaksir kerugian dalam satu pemberian kredit bermasalah ini di angka USD 60 juta atau hampir Rp 1 triliun. Apalagi KPK mencurigai PT PE melakukan window dressing terhadap Laporan Keuangan (LK).
View this post on Instagram