Selasa 04 Mar 2025 19:57 WIB

Dialog Para Wali Allah tentang Ujian Hidup

Ada tiga cara menyikapi ujian hidup.

ILUSTRASI Penampakan makam di Pemakaman Baqi, Kota Madinah. Para wali Allah membicarakan makna ujian hidup
Foto: Karta/Republika
ILUSTRASI Penampakan makam di Pemakaman Baqi, Kota Madinah. Para wali Allah membicarakan makna ujian hidup

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dahulu kala, tiga orang ulama yang masyhur saleh dan bijaksana mengunjungi kediaman seorang perempuan sufi, Rabi'ah al-Adawiyah. Ketiga lelaki alim itu adalah Syekh Hasan al-Bashri, Malik bin Dinar, dan Syaqiq al-Balkhi.

Mereka bertamu lantaran Rabiah saat itu sedang sakit keras. Sesampainya di tujuan, sang tuan rumah mempersilakan mereka untuk masuk dan menemuinya.

Baca Juga

Ketiganya masuk dengan takzim. Setelah mengucapkan salam, Syekh Hasan al-Bashri memulai pembicaraan, "Seorang manusia tidak dapat dipercaya kata-katanya jika ia tidak tabah menanggung 'cambukan' Allah."

Hasan bermaksud mengingatkan Rabi'ah agar tabah dalam menghadapi musibah atau ujian yang sedang dialaminya. Namun, sang perempuan sufi membalas pernyataan tersebut. Baginya, perkataan sang syekh masih kurang tajam.

"Kata-katamu itu masih berbau egoisme," kata Rabiah.

Kemudian, Syaqiq al-Balkhi menimpali, "Seorang manusia tidak dapat dipercaya kata-katanya jika ia tidak bersyukur karena 'cambukan' Allah."

Menyadari bahwa al-Balkhi mengaitkan antara musibah dan rasa sabar, Rabiah seketika tersenyum. Namun, ia lalu berkata, "Ada yang lebih baik daripada itu."

Sesudah itu, para tamu pun termenung. Mereka merenungkan, sesungguhnya apa yang hendak dimaksud oleh Rabiah.

Malik bin Dinar lalu berkata, "Seorang manusia tidak dapat dipercaya kata-katanya jika ia tidak merasa bahagia ketika menerima 'cambukan' Allah."

Ketiga tamu itu mengira bahwa pernyataan Malik-lah yang paling tepat, yakni paling mewakili isi hati dan pikiran Rabiah mengenai makna musibah. Namun, perkiraan ini meleset.

"Masih ada yang lebih baik dari itu," ujar Rabi'ah.

Setelah merenung, akhirnya mereka sepakat menanyakan hal ini pada Rabi'ah sendiri.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Berkatalah sang perempuan sufi, "Seorang manusia tidak dapat dipercaya kata-katanya jika ia tidak lupa kepada 'cambukan' Allah, ketika ia merenungkan-Nya."

"Subhanallah...." Mereka bertiga tertunduk diam.

Dalam hati terdalam, mereka mengakui kehebatan Rabi'ah al-Adawiyah tentang makna kepasrahan total seorang hamba Allah kepada Sang Mahapencipta.

Dari dialog tersebut, sekurang-kurangnya ada tiga cara menyikapi "cambukan Allah", yakni ujian hidup atau musibah yang sedang datang. Masing-masing cara merepresentasikan level keimanan yang berbeda.

sumber : Pusat Data Republika
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement